Kata jengki yang dimaksud bukanlah jenis sepeda kayuh. Bukan juga jenis celana. Jengki yang dimaksud di sini adalah suatu jenis aristektur dari sebuah bangunan yang awalnya bernama Yankee.

Defri Agatha ST MT, dosen Jurusan Teknik Arsitektur memberikan apresiasi terhadap forum bersama kedua himpunan. Pasalnya, selain dapat menguatkan integralistik sesama sivitas akademika ITS, kegiatan ini juga dapat mengembangkan kreativitas mahasiswa kedua jurusan. ”Kreativitas itu perlu dilatih, salah satu caranya melalui forum seperti ini,” ungkapnya.

Ketua panitia acara, Retry A Pratiwi mengatakan, pemilihan jengki sebagai topik utama berdasarkan latar belakang kedua jurusan. Gaya jengki yang merupakan karya asli desainer Indonesia, menjadi topik menarik untuk didiskusikan. ”Jengki merupakan desain pemberontakan terhadap gaya kolonial,” jelas Ratry.

Tak hanya itu, persamaan dan perbedaan mengenai penerapan gaya jengki dari kedua jurusan juga menjadi pertimbangan lain. Dalam ilmu arsitektur, jengki lebih diartikan sebagai bentuk bangunan yang asimetris, bergelombang, bebas, dan tak terikat dengan aturan.

Sedangkan menurut mahasiswa Jurusan Desain Produk, jengki juga diartikan sebagai desain yang asimetris dan tak terikat dengan aturan. Namun, aplikasinya bukan pada desain bangunan, melainkan pembuatan poster dan penulisan font.

Akan tetapi, meskipun jengki merupakan topik yang menarik untuk didiskusikan, pembahasannya tak dapat dilakukan secara dalam. Pasalnya, data yang minim dan kurangnya referensi mengenai gaya jengki menjadi kendala tersendiri. ”Target kami hanya ingin memperkenalkan gaya jengki kepada mahasiswa baru kedua jurusan,” jelas mahasiswa Jurusan Teknik Arsitektur tersebut.

Mahasiswa angkatan 2010 tersebut berharap, forum diskusi mengenai gaya jengki antara mahasiswa kedua jurusan dapat dilanjutkan di lain waktu. Lebih dari itu, Ratry juga menyarankan agar pada forum selanjutnya tak hanya berupa diskusi saja. Namun, ada hasil yang lebih nyata, misalnya pembuatan sebuah buku mengenai gaya jengki. (ali/nir)