ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
02 November 2012, 22:11

Kenalkan Bea Cukai, Berharap Satu Persepsi

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Beberapa masalah yang terjadi antara ITS dan DJBC adalah terkait benda hasil riset maupun kreativitas mahasiswa yang akan diberangkatkan ke luar negeri. Entah untuk diikutkan atau dipulangkan dari lomba.

Benda tersebut acapkali ditahan pihak DJBC karena ada peraturan yang tidak dipahami oleh mahasiswa. Akibatnya, terjadi kesalahpahaman. Oleh sebab itu, dipilihlah tema Kenali Kami, Satukan Persepsi, Mari Bersama Membangun Bangsa.

Pengadaan tabung Hidrogen untuk riset mobil irit Antasena dari luar negeri menjadi salah satu contoh. Pembantu Rektor (PR) I ITS, Prof Dr Ing Ir Herman Sasongko memaparkan peliknya masalah perijinan masuknya barang tersebut ke Indonesia. Sampai-sampai pihak ITS diminta untuk menyertakan surat yang ditandatangani PR I.

Tidak cukup sampai di situ, oleh karena tabung tersebut harus segera digunakan, maka ITS dituntut untuk membayar uang jaminan sebelum surat disetujui. Namun yang terjadi, setelah surat dari PR I sampai ke DJBC, ITS justru diminta mengirim surat dari rektor, dirjen, dan berakhir pada menteri. ”Sepertinya bingung siapa yang paling bertanggung jawab atas riset tersebut,”pungkas dosen Jurusan Teknik Mesin ini.

Bahkan, dalam mengurus satu surat dan surat lainnya cenderung relatif lama. Bahkan bisa memakan waktu hampir satu tahun. ”Bisa-bisa kalau seperti itu mahasiswa kami ini tidak jadi ikut lomba,” guraunya.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Kushari Suprianto menjelaskan prosedur yang harus dilalui. Dari penjelasannya, fasilitas untuk penelitian, tidak dipungut bea masuk sepeserpun. Dengan catatan, terdapat surat lampiran asli yang diajukan oleh pimpinan perguruan tinggi kepada Menteri Keuangan melalui DJBC. ”Harus surat asli yang diserahkan kepada DJBC, bukan hasil foto copy,” tegasnya.

Sebab, terang Kushari, pada kasus tabung Hidrogen milik Antasena tersebut, ITS hanya mengirim hasil foto copy, bukan surat aslinya. Sementara itu, sampai sekarang surat asli dari ITS belum mereka terima. Padahal jika memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Menteri Keuangan, surat dari Menteri Keuangan akan segera diterbitkan.

Lain Antasena, Lain SA

Berbeda halnya dengan mobil Sapu Angin (SA) milik ITS yang ditahan satu tahun lalu. Kepada mahasiswa, Kushari memaparkan duduk perkaranya. Mobil SA ITS berangkat menuju Sepang, Malaysia dari Surabaya, sehingga ia telah terdaftar di DJBC Surabaya. Namun, mobil tersebut kembali ke Indonesia tidak melalui Surabaya, melainkan sampai di Jakarta. ”Sehingga, ia tidak terdaftar dalam salah satu benda riset milik perguruan tinggi,” paparnya.

Ketika diminta untuk mengurus surat, ternyata mahasiswa ITS tidak secara langsung memberikan ke DJBC. Akan tetapi hanya secara personal kepada orang yang dikenalnya di DJBC. Sehingga alurnya lebih lama dan tidak sampai ke DJBC.

Ketika dikenaibiaya sebesar 90 juta rupiah, mahasiswa tersebut kaget dan mengatakan masalah tersebut ke pihak Rektorat dan media massa. ”Padahal, biaya tersebut adalah sewa gudang yang ditempati selama satu setengah bulan mobil SA ditahan, bukan untuk DJBC,”jelasnya. (fin/nir)

Berita Terkait