Pada kesempatan itu, ketua forum Ir Priyo Darmawan MSc mengungkapkan bahwa hingga saat ini SIDa di Jatim masih belum tersosialisasi dengan baik. Ia menjelaskan bahwa masih banyak Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang tidak tahu tentang SIDa. ”Produk unggulan di sejumlah daerah juga masih tidak jelas,” ungkapnya.

Tak heran bila perkembangan penguatan SIDa di Jatim masih tertinggal dengan provinsi lain di Indonesia. Anggota Dewan Riset Daerah (DRD) Jatim, Drs Arman Tucuman MSi juga mengakui bahwa sampai saat ini Jatim belum memiliki kebijakan SIDa yang jelas. ”Balitbang seharusnya menjadi komando memberi arahan dan kebijakan, dan DRD siap untuk bekerjasama,”terang Arman.

Arman menjelaskan, DRD memiliki rencana untuk menunjungi setiap daerah, dan melakukan pemetaan potensi serta produk unggulannya secara sistematis. Senada dengan Arman, Asisten Deputi Bidang Relevansi dan Produtivitas Iptek Kemenristek Anwar Darwadi juga mengatakan bahwa sinergi kebijakan SIDa di setiap daerah memang wajib untuk dilakukan.

”Kebijakan-kebijakan iptek di daerah harus sejalan dengan kebijakan iptek nasional,”terang Anwar.

Secara umum ia mengatakan bahwa kesiapan teknologi dan Inovasi di Indonesia memang masih sangat rendah. Perdagangan Indonesia didominasi dengan produk berteknologi rendah, sedangkan produk berteknologi tinggi mengelami defisit.

Implementasi triple helix juga sempat disinggung dalam FGD ini. Anwar mengharapkan sinergi antara pemerintah, institusi akademik, dan industri dapat berjalan dengan baik. ”Selama ini ITS sudah banyak melakukan penelitian, tapi sayangnya hanya berakhir di laci,”ungkap Prof Dr Darminto, Pembantu Rektor IV ITS membenarkan perkataan Anwar.

FGD lalu dilanjutkan dengan diskusi paralel dengan bahasan tema pariwisata, energi, pangan, kesehatan dan lingkungan. Kegiatan ini dihadiri sedikitnya oleh sembilan lembaga penelitian perguruan tinggi negeri dan sejumlah SKPD. (tia)