Salah satu amanah dari Undang-Undang No 26 Tahun 2007 adalah setiap kabupaten ataupun kota membuat Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Tak hanya itu, pemerintah daerah kabupaten atau kota tersebut juga harus menyertakan peraturan zonasi daerah mereka.
RDTR tersebut merupakan peta pedoman mendetail yang memuat tentang peraturan pembangunan wilayah perkotaan. ”Sesuai dengan prosedurnya, RDTR ada baiknya disusun setelah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) selesai disusun,” ujar Dr Dadang Rukmana SH CES, Kabag Hukum dan Perundang-undangan Ditjen Penataan Ruang.
Sebelum mengplikasikan RDTR, salah satu keharusan bagi pemerintah daerah adalah membangun perkotaan yang sesuai dengan RTRW. Salah satunya setiap kota harus memuat ruang terbuka hijau minimal 30 pesen, ruang publik 20 persen, juga ruang privat sebesar 10 persen.
Dalam acara bertajuk Seminar Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang itu, Dadang menyoroti beberapa hal. Ia menjelaskan bahwa perumusan RTRW untuk pedoman pembangunan perkotaan saja tidak cukup. Melainkan harus membuat RDTR yang ketelitian skala pemanfaatan ruang kotanya mencapai 1:5000.
”Penyusunan RDTR ini bertujuan agar pemanfaatan ruang kota dapat lebih berkualitas dan operasional,” terang Dadang. Pria berkacamata ini lantas menjelaskan bahwa RDTR ini memuat beberapa poin. Di antaranya adalah ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan, ketentuan intensitas pemanfaatan bangunan, ketentuan pelaksanaan, serta ketentuan sarana dan prasarana minimal.
Selain RDTR, pemerintah daerah juga harus melampiri rencana pembangunan tata kotanya dengan peraturan zonasi. Peraturan zonasi ini memuat di antaranya peraturan tentang ketentuan tata bangunan dan ketentuan sarana dan prasarana minimum. ”Contohnya dari perarutan zonasi ini bisa ditentukan berapa tinggi bangunan maksimumnya,” tambah Dadang. Setelah RDTR tersebut disusun, maka akan diperiksa oleh Pemerintah Provinsi yang kemudian disahkan menjadi Peraturan Daerah.
Di sisi lain Ardy Maulidy Navastara ST MT, selaku ketua panitia mengungkapkan harapan besaranya atas terselenggaranya seminar ini. ”Semoga dengan adanya seminar ini, kelak akan ada formulasi pengetahuan dan kebijakan yang bersinergi dengan kampus,” ujar Ardy. Selain itu ia juga berharap dengan banyaknya forum diskusi dan sosialisasi ini bisa menghilangkan paradigma gap atau jarak antara birokrasi dengan akademisi. (fz/izz)
Kampus ITS, ITS News — Isu aksesibilitas dan layanan disabilitas kini tengah telah menjadi perhatian serius di berbagai perguruan tinggi.
Kediri, ITS News — Startup StrokeGuard yang didirikan oleh mahasiswa Jurusan Inovasi Digital Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menjalin
Kampus ITS, ITS News – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dengan bangga dapat berpartisipasi dalam ekspedisi ilmiah internasional “OceanX –
Bangkalan, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus berupaya untuk mendorong pengembangan dan kemandirian ekonomi pondok pesantren.