Dalam disertasinya, Heru membandingkan kondisi termal dua jenis permukiman di Indonesia. Kondisi pertama ialah permukiman yang dicirikan dengan gang sempit, halaman rumah yang kecil dan bentuk yang tidak teratur.
"Namun ada juga permukiman yang terencana, akses jalan memadai, halaman rumah yang luas, dan susunan rumah sudah tertata rapi," tuturnya. Ia menambahkan, sisi desain termal, pola permukiman semacam ini sangat berpengaruh dalam menentukan kondisi termal lingkungan tersebut. Sehingga berimbas kepada kenyamanan penghuninya.
Menurutnya, keberadaan ruang terbuka mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mengendalikan termal lingkungan di permukiman. "Gang sempit mempunyai kondisi termal yang lebih baik dibandingkan dengan ruang terbuka dan halaman rumah," ujar lulusan sarjana Jurusan Arsitektur Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS).
Dijelaskannya, geometri yang sempit dan bentuk yang menerus dari gang-gang tersebut dapat meningkatkan kecepatan angin sepanjang koridor. Temuan ini memperkuat berbagai teori yang dikemukakan para peneliti sebelumnya.
Heru pun menyarankan untuk menerapkan lingkungan bangunan dengan tutupan bangunan sekitar 85 persen. Hal ini dilakukan agar aliran udara dan efek pembayangan dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap durasi kenyamanan termal, cooling degree, dan kecepatan udara lingkungan dan bangunan. (ais/esy)
Kediri, ITS News — Startup StrokeGuard yang didirikan oleh mahasiswa Jurusan Inovasi Digital Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menjalin
Kampus ITS, ITS News – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dengan bangga dapat berpartisipasi dalam ekspedisi ilmiah internasional “OceanX –
Bangkalan, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus berupaya untuk mendorong pengembangan dan kemandirian ekonomi pondok pesantren.
Surabaya, ITS News – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melalui Direktorat Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRPM) menyelenggarakan pelatihan