Acara yang diprakarsai oleh Indonesian Students Association for Internasional Studies (ISAFIS) ini merupakan cabang utama Model United Nations (MUN) di Indonesia. Di berbagai belahan dunia, kegiatan MUN memberi kesempatan kepada pesertanya untuk merasakan suasana negosiasi dan diplomasi di tingkat internasional.
Terdapat empat majelis United Nations (UN) yang berbeda dalam kegiatan yang diikuti oleh 200 peserta ini. Yaitu Europian Union (EU), Security Council (SC), UN Framework Convention and Climate Change (UNFCCC) dan General Assembly (GA).
Masing-masing majelis sidang membahas tema yang berbeda. EU membahas krisis sistem finansial yang sedang panas melanda zona Eropa. SC memperundingkan Israel dan konflik Iran. Council GA memperdebatkan status Palestina dalam dalam UN. Sementara UNFCC membahas isu keberlanjutan Kyoto Protocol yang akan habis masa berlakunya menjelang Desember 2012. Baik Hanif maupun Lisana merupakan peserta dalam UNFCC.
Hanif menjelaskan bahwa sejak mendengar informasi tentang JMUN, ia merasa tertantang. Terutama ketika mengetahui bahwa kegiatan yang ditawarkan merupakan simulasi sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). ”Mahasiswa ITS belum pernah ada yang ikut. Apalagi yang saya dengar hal tersebut merupakan mata kuliah wajib mahasiswa jurusan Hubungan Internasional (HI),” terang Hanif.
Informasi ini pun lantas disampaikan kepada Lisana. Berbeda dengan Hanif, ia lebih merasa penasaran. Pertanyaan bagaimana jadinya seorang mahasiswa ketika diminta berpura-pura menjadi delegasi PBB tak pernah luput dari benaknya. ”Di ITS, membahas musyarawarah besar (mubes) saja sudah membuat pusing. Apalagi ini topiknya berat,” ujar mahasiswa jurusan Arsitektur ini.
Meski sama-sama diterima di UNFCCC, awalnya mereka tidak mengetahui pilihan masing-masing. Hanya saja, keduanya mengaku lebih tertarik pada tema tersebut dibandingkan tema yang lain. Bagi Lisana sendiri, tema perubahan iklim masih berhubungan dengan ketertarikannya mengenai isu lingkungan.
Layaknya seorang wakil PBB asli, setiap peserta JMUN mewakili sebuah negara. Lisana menjadi delegasi negara Malta, negara kecil yang terancam tenggelam karena kenaikan permukaan laut. Sementara Hanif merupakan wakil dari sebuah negara miskin yang tetinggal, Mali. Sebagai delegasi, mereka dituntut untuk mengkaji permasalahan utama di masing-masing negara untuk diangkat dalam sidang UNFCCC.
Konsep simulasi sendiri dikemas dalam acara bernama committee session. Selama keseluruhan acara JMUN, ada lima sesi yang diadakan. Dalam masing-masing sesi, peserta diperkenankan mengajukan motion (topik debat, red). Namun motion tersebut harus terlebih dahulu diajukan kepada Board of Dais (semacam moderator, red).
Board of Dais sendiri merupakan penentu regulasi dari sesi masing-masing majelis tersebut. Mereka berhak menentukan siapa yang mengajukan topik debat, dan setelahnya mengatur jalannya voting motion.
Setiap peserta yang hendak berbicara diminta untuk mengangkat plakat nama negara masing-masing, untuk dicatat oleh moderator. Bergantian, mereka dipanggil untuk maju ke depan ruangan dan mengajukan pemikiran masing-masing. Mereka diberi waktu maksimal dua menit untuk melakukannya. ”Aturannya sangat tertib sehingga tidak ada yang berbicara sembarangan, apalagi nglantur,” lanjut Lisana.
Sebelum committee session formal, moderator telah terlebih dahulu melaksanakan sidang simulasi. Meski begitu, baik Hanif maupun Lisana mengaku sempat kebingunan. Namun, seiring sidang bergulir, mereka pun dapat turut mengikuti jalannya committee session. ”Terbantu dengan mereka yang sudah berpengalaman,” lanjut Hanif.
Serangkaian sesi yang dimulai pada hari Senin (9/7) ini pun berakhir pada Kamis (12/7). Debat panjang serta negosiasi antar peserta akhirnya menghasilkan sebuah draft resolusi. Isinya menegaskan bahwa Kyoto Protocol disetujui untuk terus diberlakukan, dengan beberapa syarat.
Antara lain yaitu bahwa negara yang diutamakan untuk ikut Kyoto Protocol, atau negara kategori Annex 1, bukan lagi negara maju saja. Namun pengkategorian negara Annex 1 juga akan turut dinilai dari jumlah emisi karbon, pendapatan Gross Domestic Product (GDP) per tahun, serta sumber daya yang tersedia untuk pengembangan teknologi ramah lingkungan.
Pengalaman Berharga
Bagi Hanif dan Lisana, seluruh rangkaian JMUN merupakan rangkaian cerita yang menarik. Hanif mengungkapkan bahwa secara pribadi, JMUN mengajarkannya banyak hal, terutama dalam bernegosiasi. ”Saya rasa ilmu negosiasi wajib dimiliki oleh setiap mahasiswa. Bukan hanya milik mahasiswa HI saja,” terang Menteri Hubungan Luar Negeri BEM ITS ini.
Sama halnya dengan kemampuan berbahasa Inggris dan berpenampilan. Keseluruhan rangkaian JMUN dilakukan menggunakan bahasa Inggris, baik saat sesi berlangsung maupun tidak. Gaya berbusana pun formal dan elegan layaknya seorang eksekutif. ”Ini mengajarkan bahwa bahasa Inggris itu penting. Demikian juga penampilan yang baik,” lanjut mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Desain Produk Industri ini.
Lain Hanif, lain pula Lisana. Peraih medali emas Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) tahun 2011 ini mengatakan bahwa commitee session merupakan bagian yang paling menarik. Ada dua hal yang momentual baginya. Yang pertama adalah ketertiban dalam kebebasan berpendapat. Namun hal ini tidak mengurangi wibawa pembicara, karena argumen yang disampaikan harus efektif dan terstruktur.
Yang menarik, ternyata baik Hanif dan Lisana sama-sama memiliki ketertaikan di dunia diplomasi. Semenjak kecil, Hanif bercita-cita menjadi diplomat. Sementara Lisana pernah hendak mendaftar menjadi mahasiswa jurusan HI.
Harapan bagi KM ITS
Menjadi pionir ITS dalam JMUN mengurai berbagai harapan dari kedua orang ini. Tak jarang para peserta lain menanyakan landasan keikutsertaan mereka dalam JMUN tersebut. Terutama karena jurusan mereka yang nampak jauh dari urusan diplomasi.
Namun, dua sahabat ini tidak lantas keder mendengarnya. Mereka bahkan berharap bahwa akan lebih banyak lagi mahasiswa ITS yang mengikuti acara JMUN dan semacamnya.
Mengenang JMUN membuat Hanif teringat pengalamannya selama mengikuti forum di ITS. Menurutnya, keadaannya sangat jauh berbeda. Hal ini agaknya menjadi pelajaran tersendiri untuk mahasiswa ITS yang cenderung tidak tertib. ”Coba kalau mubes seperti JMUN. Pasti keren banget dan nggak molor,” kenangnya.
Hal ini pun diamini oleh Lisana. Lebih jauh lagi, ia berharap mahasiswa ITS banyak mencari pengalaman di luar kampus. Hasilnya bisa diterapkan di manapun mereka berkiprah. ”Andai para petinggi seperti Presiden BEM, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) merupakan alumni MUN atau forum sejenisnya, nampaknya forum-forum akan lebih produktif,” ujar mahasiswa asal pulau garam ini. (ran/lis)
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
Nganjuk, ITS News — Tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil membangun dan mengimplementasikan Kumbung
Kampus ITS, ITS News – Transparansi informasi merupakan hal yang krusial dalam keberlanjutan sebuah institusi. Berangkat dari inisiasi tersebut,