BYEE Indonesia sendiri merupakan sebuah program yang diperuntukkan untuk pemuda Indonesia, khususnya bagi mereka yang care terhadap lingkungan. Para peserta yang mendaftar pada program ini juga diharuskan untuk membuat sebuah proposal terkait isu penyelamatan lingkungan.
Lebih lanjut, karya yang diajukan Arif berupa pemanfaatan sekam padi sebagai pengganti styrofoam. Ia mengatakan, sekam padi dinilai memiliki nilai konduktivitas yang hampir sama dengan styrofoam. ”Dengan kata lain, sekam padi dapat dijadikan isolator panas seperti halnya styrofoam,” ujarnya.
Pemilihan sekam padi didasari oleh melimpahnya bahan ini di Indonesia. Di Pulau Jawa saja, produksi sekam padi rata-rata mencapai angka tujuh juta ton dalam satu tahun.
Nantinya, sekam padi dicampur dengan dedak padi dan kedelai. Kemudian direndam selama beberapa hari. Setelah itu dikukus dan didinginkan. Hasil akhirnya diberi ragi tempe. Selanjutnya, hasil akhir tersebut dimasukkan ke dalam cetakan yang telah dibuat sendiri olehnya.
Selain itu, ia menerangkan, styrofoam merupakan bahan non-biodegredable. ”Jadi butuh 500 tahun untuk terurai,” ungkapnya disertai keyakinan proposal ini dapat mewakili ITS hingga tahap final.
Dalam menggarap ide ini, Arif tidak sendiri. Bersama timnya, ia berjuang untuk terbang ke Jerman. Mereka adalah Muhammad Fahmi, Angga Pradikta, Muhammad Maktum Muharja, dan Dita Ahmeta.
Sejauh ini, dari hasil seleksi, terjaring 12 besar peserta yang akan menjalani proses penjurian, termasuk Arif. Nantinya, di antara para finalis tersebut akan diseleksi kembali hingga didapat dua besar untuk dikirim ke BYEE International di Leverkusen, Jerman.
Dengan banyaknya proposal yang diajukan, gelaran ini pun berlangsung cukup lama, Juni hingga Nopember. ”Tiga bulan pertama adalah tahap realisasi alat lalu dilanjutkan dengan penjurian dan pengiriman delegasi ke Jerman,” tambah mahasiswa angkatan 2009 ini.
Dalam perjalannya menuju 12 besar, ia juga bercerita kerap menemui peristiwa lucu. Saat tes wawancara misalnya, ia ditanyai kenapa bisa memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang baik. Ia pun menjawab sempat belajar di Pare, Kediri. ”Tapi tidak tahu kenapa penguji malah berfikir itu Pare, Perancis,” tuturnya sambil tersenyum mengingat kejadian tersebut.
Ke depan, ia pun berharap karyanya mampu mewakili ITS di kancah internasional. ”Soalnya ini kali pertama ITS bisa lolos ke final BYEE,” jawabnya.
Ia juga sempat berpesan kepada mahasiswa ITS agar dapat terus mengejar prestasi setinggi-tingginya. ”Intinya, lakukan semuanya dengan usaha lebih, maka kau akan mendapatkan hasil yang lebih juga,” tutup pria asal Jember ini. (man/nir)
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
Nganjuk, ITS News — Tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil membangun dan mengimplementasikan Kumbung
Kampus ITS, ITS News – Transparansi informasi merupakan hal yang krusial dalam keberlanjutan sebuah institusi. Berangkat dari inisiasi tersebut,