Saat ini, Logistic Performance Index (LPI) Indonesia berada pada urutan ke-75 dari 193 negara. Fakta rendahnya LPI Indonesia inilah yang akhirnya membuat Kemenko Perkemonian berbenah dan mengeluarkan Perpres Sislognas.

Hadirnya Sislognas diharapkan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan logistik nasional yang ada saat ini. Mulai dari permasalahan komoditas, infrastruktur, regulasi, hingga sumber daya manusia. Sislognas juga diharapkan dapat mewujudkan sistem dan jaringan logistik yang efektif dan efisien.

”Namun, untuk mengimplementasikan Sislognas ini diperlukan komitmen semua pemangku kepentingan,” ujar Prof Senator Nur Bahagia PhD, dosen ITB saat memaparkan cetak biru Sislognas. Maka dari itu, dalam sosialisasi dilibatkan berbagai instansi pemerintahan baik provinsi dan kabupaten, perguruan tinggi, serta pelaku usaha di Jawa Timur.

Jaringan transportasi laut sebagai backbone logistik maritim turut dibahas. Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan tentu menjadikan pelabuhan dan pelayaran sebagai sektor vital. Apalagi, 90 persen kebutuhan sehari-hari diangkut dengan moda angkutan laut.

”Tak hanya itu, empat rute pelayaran internasional juga melawati perairan Indonesia,” tutur Ir Tri Achmadi PhD, Ketua Program Studi Transportasi Laut ITS. Hal itu ia sampaikan berkenaan dengan semangat Locally Integrated and Globally Connected yang diusung Sislognas. Tak ayal, sektor transportasi laut benar-benar harus diberi perhatian khusus.

Akan tetapi, sistem logistik darat juga tak dilupakan dalam bahasan sosialisasi ini. Drs Kresnayana Yahya MSc, pengamat dari ITS mengatakan bahwa pembenahan sistem logistik darat juga menjadi tantangan perkenomian Jawa Timur. ”Pola perhubungan darat sudah tidak ekonomis lagi,” papar Kresnayana.

Lebih jauh, Kresnayana mengatakan bahwa sudah saatnya integrasi moda transportasi dimulai. Terutama mengingat Indonesia juga telah mencanangkan penurunan biaya logistik sebanyak tiga persen terhadap gross domestic product (GDP) di tahun 2015. (ald/lis)