Banyaknya jumlah penduduk yang menderita penyakit tersebut seringkali membuat masyarakat menganggap kasus ini sebagai hal yang wajar. ”Mindset ini yang ingin kami ubah, bahwa retardasi mental bisa dicegah,” kata Ro’sun Nasikin.
Umumnya retardasi mental terjadi karena kurangnya asupan gizi, lingkungan yang tidak mendukung, dan faktor genetika (keturunan).”Namun melihat persentase penderita yang begitu besar, kasus ini disinyalir lebih didominasi karena faktor genetik,” tandas mahasiswa yang akrab disapa Uchun.
Kondisi ini sebenarnya sudah banyak diketahui oleh pemerintah daerah. Namun selama ini bantuan yang masuk untuk penduduk hanya berupa sembako. Bersifat sementara pula. ”Kami rasa sembako tidak banyak membantu penduduk desa, harus ada bantuan lain yang memberi manfaat berkelanjutan,” kata Uchun.
Uchun bersama keempat anggotanya yakni, Ida Wiluajeng A, Ima Mufidatul, Fiki Rahmah Fadhilah, dan Faiz Nasrullah, tengah mengadakan sosialisasi dan konsultasi bagi penduduk desa. Lewat program Free Genetic Conselling, mereka mensosialisasikan cara untuk mencegah kelahiran bayi dengan cacat mental.
”Dengan menghindari pernikahan dengan orang yang memiliki riwayat keluarga retardasi mental,” ujar mahasiswa angkatan 2009 ini. Ia optimis dengan memberi pengetahuan dan pemahaman akan mampu mengurangi populasi bayi lahir dengan cacat mental.
Bahkan untuk kasus khusus seperti retardasi mental jenis sindrom down yang terjadi bukan karena faktor keturunan juga dapat dicegah. Caranya dengan menghindari kehamilan di usia tua.”Seorang ibu yang hamil di usia lebih dari 45 tahun mempunyai peluang lebih besar melahirkan anak yang memiliki sindrom down,” terang mahasiswa Jurusan Biologi.
Selama penyuluhan, Uchun dan timnya mengundang dokter untuk memberi pemahaman lebih lanjut dari sisi medis. ”Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga menawarkan diri bergabung dengan program PKMM kami,” ujar Uchun. Diakuinya, keberadaan LSM mampu menunjang dari segi pemberian bantuan medis dan bantuan pangan bagi masyarakat.
Lebih dari itu, program ini juga membidik karangtaruna sebagai penerusnya. ”Mereka kami latih secara khusus agar mampu melanjutkan program penyuluhan kepada penduduk desa,” tambahnya. Nantinya, karangtaruna ini akan dimonitor kinerjanya selama memberi penyuluhan. (anl/esy)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
Kampus ITS, ITS News — Guna meneguhkan komitmen sebagai World Class University (WCU), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menyiapkan