Adapun alasan keduanya adalah, pertama, CNG berasal dari gas bumi yang mempunyai ketersediaan lebih banyak ketimbang LGV yang berasal dari pengolahan minyak bumi. Kedua, biaya bahan baku dan proses pengolahan LGV pun lebih mahal ketimbang CNG. Ketiga, harga eceran konsumen CNG Rp 4.100 lebih menarik daripada LGV Rp 8.950.
"Dengan demikian jika ingin melepaskan ketergantungan dari minyak bumi, CNG lebih berpeluang dan mempunyai keunggulan daripada LGV," sebut Direktur Eksekutif Tenov, Ferry Dzulkifli, dalam diskusi terkait penggunaan bahan bakar gas, di Jakarta, Rabu (4/4/2012).
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo, juga lebih memilih CNG ketimbang LGV.
Widjajono berpendapat ketersediaan gas jenis LGV tidak banyak di Indonesia. Dengan begitu demi memenuhi konsumsi, Indonesia harus mengimpor LGV. "Tapi kalau pakai gas kotak (CNG) itu bisa saja. Makanya saya menganjurkan jangan pakai LGV. Kita LGV-nya diekspor," sebut dia.
Surabaya, ITS News – Tim Kuliah Kerja Nyata (KKN) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menginisiasi usulan bangunan ramah lingkungan
Kampus ITS, Opini — Hari Raya Natal merupakan perayaan keagamaan umat Kristiani yang setiap tahunnya dirayakan sebagai momen refleksi
Kampus ITS, ITS News — Isu aksesibilitas dan layanan disabilitas kini tengah telah menjadi perhatian serius di berbagai perguruan tinggi.
Kediri, ITS News — Startup StrokeGuard yang didirikan oleh mahasiswa Jurusan Inovasi Digital Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menjalin