Prestasi sebagai Mawapres belum dianggap penting oleh sebagian besar mahasiswa ITS. Oleh Karena itu, Kementrian Ristek BEM ITS melalui AMT, berupaya menyiapkan generasi unggul mahasiswa ITS menuju ajang Mawapres ITS. Dengan tema Menjadi Mahasiswa Berprestasi Berkarakterkan Kearifan Lokal, berhasil menarik 200 mahasiswa untuk turut serta menghadiri acara yang diketuai oleh Bayu Aji Mahendra Putra ini.
”Pada dasarnya Mawapres adalah perjalanan,” ungkap Tantia. Perjalanan panjang telah dilakukan Tantia untuk menjadi seorang Mawapres I Nasional. Tekadnya untuk menjadi Mawapres ia tanamkan dalam dirinya bahkan sejak awal masuk kuliah. Dengan keinginan yang bulat itulah, segala aktivitas yang menjadi tuntutan untuk menjadi seorang Mawapres ia lakukan dengan sungguh-sungguh.
Ketika mengikuti ajang Mawapres, bukan Indeks Prestasi (IP) yang ditekankan perempuan peraih gelar lulusan terbaik Universitas Indonesia tahun 2010 ini. Melainkan riwayat organisasi, serta karya tulis yang pernah ia buat. Bahkan, Tantia ingat, dulu ketika masih mahasiswa ia bahkan mampu mengikuti satu hingga dua kepanitiaan setiap semesternya.
Tak hanya itu, Tantia juga tergolong sosok yang sangat perhatian dalam hal penampilan. ”Setiap presentasi saya selalu menggunakan highheels agar lebih percaya diri,” imbuhnya. Ia pun mengajak mahasiswa ITS untuk lebih menyesuaikan warna baju saat dikenakan di presentasi Mawapres. Hal itu ia lakukan karena dewan juri akan merasa kita sudah siap menjadi seorang juara, jika sudah memperhatikan hal detail yang kurang penting dimata orang lain.
Banyak sekali pertanyaan yang ditujukan kepada Tantia seputar ajang bergengsi Mawapres ini. Hal tersebut menunjukkan minat mahasiswa ITS yang semakin bertambah untuk menjadi seorang Mawapres berikutnya. ”Dunia ini milikmu,” pesan Tantia untuk menambah rasa percaya diri mahasiswa ITS agar bisa lolos menjadi Mawapres Nasional selanjutnya.
Mawapres dengan Kearifan Lokal
Pembicara kedua mengangkat topik tentang Mawapres yang berkarya melalui kearifan lokal. ”Sudah tidak ada lagi pendidikan di sekolah-sekolah, yang ada hanyalah pengajaran,” terang Sulistyanto Suyoso, anggota Dewan Pendidikan Jatim, menggebu-gebu. Menurutnya, bila banyak mahasiswa yang bersekolah di perguruan tinggi bagus, maka seharusnya akan banyak kearifan lokal yang mendunia. Namun, kenyataannya justru berkebalikan. Bahkan, mahasiswa saat ini menurut Sulis terkadang menganggap kearifan global lebih penting dan modern daripada kearifan lokal.
Banyak hal yang sebenarnya bisa dikembangkan oleh mahasiswa ITS dalam mengglobalkan kearifan lokal. Beberapa ide menarik disampaikan oleh pria yang juga aktif menentang pembangunan tol tengah kota Surabaya ini. Salah satunya ia cetuskan soal pembuatan rendang dalam kaleng. ”Kembangkan teknologi yang ada. Kalau semua jurusan di ITS bekerja, rendang dalam kaleng pasti bisa dibuat,” papar Sulis. (sha/fz)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
Kampus ITS, ITS News — Guna meneguhkan komitmen sebagai World Class University (WCU), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menyiapkan