ITS News

Kamis, 18 Desember 2025
07 Maret 2012, 19:03

Dream High, Filosofi Impian Anak Kecil

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Mereka adalah tiga orang Mahasiswa Jurusan Teknik Informatika. Yakni, Banon Tri Kuncahyo, Ariestia Ramadhani, serta Ayu Dewantari Puspawardani. Ketiganya berhasil menjadi satu-satunya tim perwakilan dari Indonesia pada sebuah perlombaan tahunan internasional.

Tahun lalu, salah satu tim dari ITS berhasil mewakili Indonesia dalam ajang prestise tersebut. Lantas, tahun ini pun tim dari ITS kembali menjadi satu-satunya perwakilan dari Indonesia. Tia, sapaan akrab Ariestia Ramadhani, mengatakan bahwa mereka tahu adanya lomba tersebut juga dari senior yang lolos sebelumnya. Kini, Dream High pun menjadi salah satu dari 45 tim di seluruh dunia yang lolos babak penyisihan.

CSR ini berawal dari penyisihan online. Peserta diberikan sebuah website dan diberi tugas untuk membuat proyek tentang CSR. Proyek tersebut boleh dalam bentuk slide maupun video. "Dalam babak penyisihan, kami mengunggah video Entrepreneur Kid," tuturnya.

Sebuah video tentang bagaimana menanamkan jiwa entrepreneur sejak anak-anak. Bentuk ide yang digagas semacam pembiayaan wirausaha oleh bank untuk anak-anak. Dalam artian, terdapat pelatihan selama periode waktu tertentu untuk melatih jiwa entrepreneur. ”Peran bank memang tidak boleh ketinggalan dengan bertugas memberikan bantuan biaya,” paparnya.

Tidak hanya sebatas proyek pembuatan video, soal pilihan ganda tentang Social Responsibility juga harus mereka kerjakan dalam penyisihan tersebut. Tak heran, sebab penilaian dalam kopmpetisi ini memang mencakup beberapa aspek. Mulai dari proyek website, hasil pengerjaan soal, hingga vote.

Dari 500 tim seluruh dunia yang mengikuti penyisihan, 45 tim terbaik lah yang berangkat ke Paris. Berhasil bersaing dengan negara lainnya, Dream High termasuk dalam salah satu dari 45 tim tersebut.

Tantangan Baru, Konsep Sustainable City
Bulan Februari lalu, tim Dream High usai mengikuti tahap lomba selanjutnya di kota pusat fashion. Ada hal berkesan yang tak akan terlupakan oleh seluruh anggota tim kala itu. "Ketika sampai di Paris, kami hanya diberi sebuah peta dan tiket kereta saja kemudian dipersilahkan untuk menuju ke hotel tanpa pemandu," kenang Tia sembari tersenyum.

Namun, ia mengungkapkan kelegaannya karena rambu-rambu di Paris jelas dan mudah dimengerti, tidak seperti di Indonesia. Meski begitu, mereka sempat tersasar saat salah mengambil arah pada percabangan rel. ”Sehingga, kita harus balik lagi ke stasiun yang awal buat naik kereta yang cabangnya benar,” tuturnya.

Kedatangan mereka ke sana ternyata adalah awal dari sebuah proyek baru yang harus mereka kerjakan. Sebuah proyek serupa dengan pembuatan masterplan yang sesuai dengan prinsip sustainable city memang diberikan sebagai tantangan selanjutnya.

Untuk itulah, ketika di sana, mereka diberikan sebuah workshop terkait sustainable city itu. Banon turut menjelaskan, mereka baru tahu tema proyek selanjutnya ketika diundang ke Paris. Menurutnya, hal tersebut sengaja dilakukan agar semua tim sama-sama mulai dari nol dan persepsi yang sama.

Dalam workshop tersebut, diberikan semua materi yang menunjang untuk mengerjakan proyek itu.”Kalau misalnya sudah diberi tahu di awal, mungkin ada yang siap-siap duluan,” ujar Banon lagi.

Dalam pengerjaan proyek baru ini, seluruh tim diberi waktu hingga  Senin (12/3) mendatang. Lebih lanjut Tia menjelaskan, nantinya akan diambil sepuluh besar untuk presentasi di Paris April nanti. Masterplan yang menjadi juara pertama nantinya akan direalisasikan di kota para tim tersebut. Pendanaan untuk realisasi pun siap diberikan. ”Jadi kalau kita di Indonesia, terserah memilih kota mana yang kita tahu. Mungkin kita langsung pakai Surabaya.” tambah mahasiswi angkatan 2008 ini.

Bantuan Pembimbing

Awalnya, mereka bingung dengan permasalahan pendanaan tersebut lantaran basic mereka dari Jurusan Teknik Informatika. ”Kita bukan orang perbankan, jadi awalnya agak nggak ngeh,” ujar Tia.

Tidak hanya itu, untuk kesuksesan proyek ini, mereka diberi fasilitas seorang coach alias pembimbing. Pasalnya, peserta yang lain banyak yang berasal dari Business School, sehingga tahu bagaimana seluk beluk perbankan. Banon mengatakan bahwa hanya Dream High dan salah satu tim dari Afrika yang berasal dari sebuah institusi teknik.

Bedanya, tim dari Afrika tersebut pun tidak mengalami kesulitan yang sama seperti mereka. Lantaran tim tersebut berasal dari Teknik Lingkungan. Diakuinya, pihak bank telah memikirkan kemungkinan tersebut, sehingga telah dipersiapkan pembimbing khusus. ”Pembimbing tersebut akan terus membantu hingga proyek selesai,” terangnya.

Hingga kini, mereka banyak menggali lebih dalam tentang sustainable city. Yang masih menjadi poin kebingungan mereka adalah hubungan antara sustainable city dengan perbankan. Sejauh ini, mereka hanya tahu, bank adalah pemberi modal untuk pembangunan kota tersebut.

Menurut Banon, untuk memberikan modal, banyak pertimbangan yang dilakukan oleh bank. Sebab, bank pun mendapatkan resiko jika terkena kasus pencemaran lingkungan. Untuk membuat sebuah masterplan kota, membutuhkan banyak pertimbangan. Karena sustainable city itu tidak hanya membuat bangunan yang sesuai dengan ekosistem, namun juga memikirkan akan kemana penduduk yang tergusur oleh proyek pembangunan tersebut.

Setelah banyak belajar, mereka ingin segera menghubungi coach. Agar segera mendapatkan pembimbingan dari yang lebih profesional. Tim Dream High ini pun turut berharap mereka dapat lolos dalam sepuluh besar. ”Semoga lolos dan nanti kami bisa presentasi di Paris,” pungkasnya. (fin/esy)

Berita Terkait