Periang, itulah kesan pertama ketika bertutur sapa dengan mahasiswi asal Bojonegoro ini. Ditemui disela-sela kesibukannya mengurus Kerja Praktek (KP), Norma terlihat begitu ceria. Namun, justru dibalik sisi riangnya, tak ada yang menyangka ia adalah seorang pendaki gunung.
Berbagai macam gunung dengan ketinggian di atas 3.000 kaki pun pernah ia daki. Mulai dari Gunung Argopuro, Arjuno, sampai Bromo. "Saya naik gunung kalau ada waktu, dan ada temannya," ujarnya diiringi tawa.
Lomba Ekspedisi Cincin Api yang baru saja diikuti benar-benar memberikan kesan tersendiri bagi hobinya. Lomba yang digelar oleh Kompas Group ini memang khusus menggali keunikan alam Indonesia, terutama gunung berapi.
Dalam lomba tersebut, Norma tidak melulu hanya menulis tentang kisahnya dalam pendakian gunung. Ia lebih banyak menulis tentang sesuatu yang mempunyai nilai moral dan inspiratif. "Saya punya pengalaman unik di puncak gunung, ya saya ikut lombanya," ungkapnya sambil tersenyum.
Dikatakannya, gunung berapi yang pernah didaki adalah Gunung Semeru dan Bromo. Dan, kisah unik itu datang dari pendakiannya ke Gunung Semeru. Tak perlu berlama-lama, ia langsung angkat kisahnya dalam tulisan berjudul Sensasi Dikejar Lahar Panas Mahameru. Kemudian, mengalirlah seulas garis besar dari kejadian uniknya kala itu.
Akhir juli tahun lalu, Norma bersama 14 temannya dari Pecinta Lingkungan Hidup (PLH) SIKLUS mendaki Gunung Semeru. Padahal, beberapa hari sebelumnya terdapat banyak berita, baik dari televisi maupun media lainnya, bahwa aktivitas Gunung Semeru kian meningkat.
Namun, karena didorong keinginan kuat ke sana dan sudah terencana sejak jauh hari, rombongan mahasiswa ini tetap berangkat. "Ada salah satu teman saya yang bilang kalau beritanya itu terlalu dibesar-besarkan," seloroh gadis kelahiran 10 April 1990 ini.
Saat telah mencapai area camp, yakni pada area sekitar Danau Ranu kumbolo, sebuah danau dengan diapit oleh bukit pada kedua sisinya. Cuaca tiba-tiba tak bersahabat. Mendung dan gerimis sudah mewarnai langit yang semula cerah. Akibatnya, pendakian ke puncak Gunung Semeru tidak diperbolehkan. Pendaki hanya boleh naik hingga Kalimati, yakni empat kilometer dari puncak gunung.
Parahnya, dalam pendakian kala itu, hanya ada tiga perempuan saja termasuk Norma. Lebih nahas lagi, nyatanya diantara ketiganya, tidak ada yang pernah mendaki Gunung semeru. Saat pelik tersebut, mereka pun teringat pada seorang pendaki dengan jam terbang yang tinggi. Willem Tasiam, sosok itulah yang dijadikan panutan. "Jika beliau naik ke puncak, maka kita juga," tandasnya.
Akhirnya para pendaki memulai pendakian menuju puncak Mahameru pada tengah malam. Pendakian dimulai pada malam hari untuk menghindari wedhus gembel beracun yang muncul pada siang hari. Diceritakannya, pendaki gunung favoritnya, Soe Hok Gie, harus meregang nyawa akibat menghirup wedhus gembel pada pendakiannya menuju puncak Mahameru.
Dengan penuh semangat, ia kembali melanjutkan kisahnya. Sekitar pukul 04.30 pagi, tiba-tiba terdengar teriakan yang menyuruh untuk segera turun dan tidak panik. Tentu saja semua panik. Takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, mengingat banyak berita buruk.
Namun, semua ketakutan dan kepanikan tersebut pun urung menguasai dirinya. Sebab, penyebab teriakan tersebut adalah sebuah batu pijar yang melorot dari puncak Mahameru. "Untungnya lahar di Semeru telah dipersiapkan jalurnya, dan itu jauh dari jalur pendakian," dalihnya lega.
Setiap pengalaman, tentu berguna untuk orang lain. Oleh karena itu, Norma berpesan untuk para penyuka hiking untuk tidak boleh meremehkan alam. Dan ketika di tengah pendakian terdapat hal yang membuat ragu, maka lebih baik pendakian dihentikan. "Jangan memaksakan sesuatu," ujarnya.
Ingin Jadi Jurnalis
Norma menyebut dirinya sendiri aneh. Pasalnya, ia adalah mahasiswa Jurusan Biologi, namun bercita-cita menjadi seorang jurnalis. Bahkan, ia ingin sering berkeliling Indonesia dan membuat buku tentang negeri ini. "Tentang alam, budaya, ataupun adat istiadat. Apapun, asalkan tentang Indonesia," tukasnya sambil menerawang.
Berbagi kisahnya tentang kepenulisan, Norma telah menyukai dunia menulis sejak masih duduk di bangku kelas dua SMA. Berawal dari sebuah tugas resensi yang mengharuskan untuk membaca sebuah novel. Ia mulai menyukai membaca karangan-karangan panjang, hingga berujung pada keinginannya untuk menulis. "Orang yang suka membaca, pada akhirnya pasti juga suka menulis," tuturnya.
Meskipun ia telah berkali-kali belajar untuk menulis, namun belum pernah menghasilkan sebuah buku. Tidak hanya terus mencoba menulis, bahkan motto gadis ini pun tidak jauh dari kepenulisan. Abadikan kisah dengan tulisan, teriakkan kebenaran lewat jurnalis. Begitulah mottonya. Ia berharap Mahasiswa ITS, bahkan seluruh pemuda Indonesia menyukai menulis. (fin/esy)
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
Nganjuk, ITS News — Tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil membangun dan mengimplementasikan Kumbung
Kampus ITS, ITS News – Transparansi informasi merupakan hal yang krusial dalam keberlanjutan sebuah institusi. Berangkat dari inisiasi tersebut,