"ITS seharusnya mempunyai pelaku riset," ujar Prof Dr Ing Herman Sasongko, Pembantu Rektor I ITS. Bukan sembarangan, sebab pelaku riset tersebut pastinya memiliki basis pendidikan di laboratorium.
Pada masa kini, tata pergaulan masyarakat internasional juga telah menuntut adanya kemandirian industri. Termasuk ITS pun dituntut untuk menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi untuk membangun hal tersebut. Setidaknya, begitulah latar belakang munculnya program beasiswa Fast Track ini.
”Fast Track menawarkan daya tarik sehingga mahasiswa yang berkualitas mau ambil bagian dalam pembangunan tersebut,” tambah Herman. Selain itu, program ini juga merupakan bentuk penghapusan sebagian hutang Indonesia di kedua negara tersebut.
Kini tersisa sebanyak 120 peserta Fast Track Jerman dan 60 peserta Fast Track Perancis. ”Cukup banyak yang mundur sebagai peserta Fast Track karena izin orang tua,” ujar Guru Besar (Gubes) FTI tersebut.
Bagi Herman, program beasiswa Fast Track ini juga merupakan sebagian usaha untuk pemberdayaan pascasarjana di ITS. ”Kualitas dan kuantitas pascasarjana kita belum memadai,” tutur Herman.
Herman pun menjelaskan bagian inti yang terkandung dalam kontrak beasiswa Fast Track. Yakni, Fast Track Perancis dan Jerman ditempuh selama dua tahun. Pada tahun pertama tahap pendidikan S2, peserta menjalankan pendidikannya di ITS dengan status sebagai mahasiswa tahun terakhir tahap S1.
Setelah itu, peserta Fast Track Perancis melanjutkan tahun kedua di Perancis. Sedangkan Fast Track Jerman tetap menempuh tahun keduanya di ITS. Baru untuk pendidikan S3, peserta Fast Track Jerman melanjutkan perkuliahannya di Jerman.
Soal pendanaan, Herman merasa perlu mengadakan keterbukaan. Dana pendidikan untuk peserta Fast Track dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia. Biaya tersebut terbagi atas pembayaran SPP, kursus bahasa, dan biaya kordinasi dengan pihak Perancis serta Jerman.
”Ketika memasuki tahun ke dua, peserta Perancis dibiayai oleh pihak Perancis. Sedangkan peserta Jerman yang kuliah di sini sebenarnya tidak dibiayai,” ungkap Herman. Namun pada akhirnya, Herman serta Direktur Pascasarjana ITS telah menghasilkan suatu kesepakatan terkait penggabungan biaya SPP kedua jenis Fast Track.
Penggabungan tersebut mengakibatkan SPP peserta kedua jenis Fast Track dibiayai sebesar 50 persen pada tahun pertama. Besar biaya tersebut berkisar antara Rp 2,5 juta hingga Rp 3,5 juta. Biaya lainnya pun dianggarkan untuk kursus bahasa Perancis bagi peserta Fast Track Perancis dan kursus bahasa Inggris bagi peserta Fast Track Jerman.
Nantinya, jugaakan diadakan sosialisasi rutin mengenai sistem pendidikan dan keberlangsungan hidup peserta Fast Track Perancis maupun Jerman. ”Pendidikan ke depannya akan tetap didorong melalui beasiswa,” jelasnya.
Sementara itu, Herman pun membenarkan bahwa peserta beasiswa Fast Track merupakan calon-calon dosen yang dipersiapkan untuk berkarir di Institut Teknologi Kalimantan (ITK). Menurut Herman, kontrak tersebut diwajibkan bagi peserta Fast Track Jerman, namun tidak bersifat mengikat bagi peserta Fast Track Perancis. ”Perguruan tinggi baru butuh orang-orang baru. Tawarannya menarik, calon-calon ini dapat memulai karirnya dengan bagus,” tutup Herman. (set/esy)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan terhadap riset energi bersih, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menerima kunjungan
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung