Lebih dari seratus mahasiswa memadati ruangan tersebut. Mereka terlihat berpikir keras tentang sesuatu, tapi terkadang juga mereka tak henti tertawa lepas. Tampak sekali mereka antusias mengikuti acara yang digelar rutin setiap bulan.
Kali ini, acara tersebut menghadirkan trainer nasional pengembangan kualitas pendidikan Indonesia, Tukardi ST. Alumni jurusan Teknik Mesin ITS ini lebih membahas tentang bagaimana mensyukuri nikmat agung dari Sang Khalik, yaitu otak.
Dia terlebih dahulu menuturkan bahwa otak manusia yang beratnya rata-rata 1,5 kilogram, mempunyai satu trilyun sel. Yakni, seratus milyar sel syaraf aktif dan 900 milyar cabang perekat. Dimana setiap sel bisa bercabang hingga 20 ribu.
Sehingga, seandainya seorang manusia hidup selama 80 tahun, dari ia lahir hingga usia tersebut diberikan sepuluh infomasi baru setiap detiknya, maka orang tersebut baru memanfaatkan 24 milyar sel saja. Padahal total ada sekitar dua juta milyar. ”Einstein saja yang pintarnya seperti itu, hanya memanfaatkan delapan persen otaknya,” ujar pria bertubuh subur tersebut.
Menurut Tukardi, pemanfaatan otak juga perlu disertai cara yang efektif. Dia langsung memperagakannya dengan mengingat susunan 50 angka selama lima menit. Di saat tidak ada peserta dan panitia yang mampu menyebutkan semua angka saat ditest, pria asal Klaten tersebut justru mengabsen satu per satu angka diurut dari belakang ke depan. Bahkan, ia mampu menebak angka pada baris dan kolom tertentu. Peserta pun bergemuruh dan tersenyum kagum.
”Ini bukan sulap, tidak ada hubungannya dengan sihir. Saya tidak bawa prewangan (makhluk halus, red),” candanya. Dia sedikit menjelaskan bahwa bukan cerdas atau tidaknya yang menjadi faktor utama. Tapi, cara menghafalkannya.
”Anda tidak bisa menyebut semua angka, mungkin karena menggunakan otak kiri," ujarnya. Hal tersebut terbentuk akibat sistem pendidikan kita yang memaksakan untuk mengandalkan otak kiri. Padahal, ingatan otak kiri biasanya bersifat jangka pendek. Sedangkan, jika menggunakan otak kanan, ingatan bisa bersifat jangka panjang.
Menanggapi hal tersebut, Ahmad Sodik, salah satu peserta, menanyakan kolerasi antara amal baik dengan kemudahan melakukan sesuatu. Tukardi pun menganalogikan dengan orang yang baru naik sepeda motor akan menggunakan otak kiri untuk beberapa kali di awal belajarnya. Namun, jika sudah terbiasa, maka akan lebih mudah mengendarainya berkat bantuan otak kanan. ”Tapi bukan berarti otak kanan yang digunakan terus. Perlu adanya keseimbangan juga,” pungkasnya.
Mengapa Quantum Learning?
Beberapa waktu lalu, Kautsar 1 sukses bersama Salim A Fillah, penulis buku nasional, dan Kautar 2 ditemani Daniel M Rosyid selaku Pakar Pendidikan Jawa Timur (Jatim). Sekarang memilih tema Quantum Learning, yang tak lain merupakan suatu kiat, petunjuk, strategi dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman daya ingat, serta belajar sebagai proses yang menyenangkan dan bermakna.
Ujian Akhir Semester (UAS) adalah momen yang krusial bagi sebagian besar mahasiswa ITS. Pasalnya, saat itulah kesempatan untuk mendongkrak nilai dari ujian-ujian sebelumnya. Lupa rumus atau konsep sedikit saja, bisa berakibat fatal. ”Tema ini diambil karena mendekati UAS,” ujar Fahad sebagai panitia. (nir/esy)
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
Nganjuk, ITS News — Tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil membangun dan mengimplementasikan Kumbung
Kampus ITS, ITS News – Transparansi informasi merupakan hal yang krusial dalam keberlanjutan sebuah institusi. Berangkat dari inisiasi tersebut,