ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
11 Desember 2011, 21:12

Raih Medali Olimpiade Fisika, Ingin Jadi Pendidik

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Ditemui di kompleks Masjid Manarul Ilmi (MMI), pria yang kerap disapa Roni ini  mengembangkan senyumnya yang ramah. Awalnya, ia menjelaskan terkait Olimpiade Sains dan Teknologi Mahasiswa (OSTM). Kompetisi tingkat nasional tahun 2011 ini secara khusus diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi Jogjakarta.”Tingkatnya nasional berarti dari banyak daerah. Di bidang Fisika ada 30-an peserta,” terangnya.

Dalam olimpiade tersebut, Roni berhasil meraih juara dua mewakili ITS, berada di bawah Institut Pertanian Bogor (IPB) dan di atas Universitas Gadjah Mada (UGM).  ITS juga menyabet juara harapan I di bidang yang sama melalui Taufiqi, mahasiswa Fisika 2010. Roni menyebutkan sebelum berangkat ke Kota Gudeg tersebut, dia harus melalui tahapan seleksi tingkat institut terlebih dahulu. Usai diumumkan lolos, barulah ia berangkat bersama Taufiqi.

Ditanya mengenai perasaannya, ia mengaku sangat senang. Moment ini sudah dirindukannya sejak lama. Sebab, sebelumnya dia juga pernah menggondol medali perunggu saat mengikuti olimpiade di Jakarta yang dihelat oleh Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (Dikti) tahun 2005. Ketika itu dia duduk di bangku kelas tiga Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Kiprahnya di kejuaraan sains tidak hanya sampai di situ, Olimpiade Matematika tingkat nasional tahun 2004 di Pekanbaru, Olimpiade Fisika Nasional 2006 di Surabaya, dan Olimpiade Fisika Nasional 2007 di Makassar, pernah menjadi bagian perjuangannya. Bahkan, Olimpiade Nasional Marematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (ON-MIPA) untuk mahasiswa yang diselenggarakan di Bandung tahun ini juga turut ia geluti. Namun sayang, gelar juara belum menjadi rejekinya.

Mahasiswa kelahiran Jogjakarta ini juga menyatakan perasaannya menjelang pengumuman. Saat itu, dia meyakinkan dirinya, mendapat predikat juara ataupun tidak, ia siap. Jika belum berhasil, tandanya bahwa dia harus lebih giat lagi serta bersabar.

”Kalau berhasil, tandanya saya harus menerapkan asas terima kasih. Saya terima gelar, dan mungkin hadiah, saya juga wajib memberi kasih dengannya kepada sesama,” tutur ketua Forum Studi Islam Fisika (FOSIF) ITS tersebut.

Farizha Triyogi, teman dekat Roni, menyatakan salut atas prestasi yang diraih sahabatnya tersebut. Walaupun, menurutnya Roni terkadang bersikap menggelikan karena kepolosannya.” Yang agak konyol, dia langsung tertidur, padahal saya baru saja mengajaknya diskusi. Otomatis saya jadi bicara sendiri, nggak direken (diperhatikan, red),” kenangnya sambil tertawa.

Pola Belajar

Di tengah kesibukannya sebagai ketua sebuah Lembaga Dakwah Jurusan (LDJ) dan panitia beberapa kegiatan, Roni tetap bisa mempertahankan prestasinya. Mahasiswa dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,75 tersebut mengakui tidak mudah membagi waktu. Tapi itu bukan berarti dia harus meninggalkan oganisasi.

Dia terinspirasi oleh perkataan seorang ulama besar, Sayyid Qutb, bahwa orang yang yang mau memikirkan orang lain, maka akan menjadi orang yang besar dan mati sebagai orang besar. ”Apapun yang terjadi, saya tidak bisa hanya memikirkan diri sendiri dengan only study,” ujarnya.

Belajarnya pun tidak terlalu lama. Di kelaspun, tidak jarang Roni tertidur dan menganggukkan kepala tanda ia mengantuk berat berulang kali. Tentu saja hal itu membuat beberapa teman sekelasnya cekikikan.

Menanggapi ini, dia menerapkan belajar efektif versinya, yakni belajar pada pagi hari, setelah dia melaksanakan shalat Shubuh dan membaca Al-qur’an. ”Nggak tahu kenapa, kalau belajar habis Shubuh, materi kuliah masuk dengan lancar. Plung plung plung,” ungkapnya ekspresif, tetap dengan senyumnya yang ramah.

Tidak hanya itu, baginya belajar paling efektif juga dengan mengajar. Saat ini, ia memang tengah mengajar les privat. Muridnya pun tersebar di beberapa daerah di Surabaya.”Dengan mengajar, kita dituntut untuk belajar lebih giat. Dari situlah belajar saya” ungkap mahasiswa yang pernah mewakili ITS dalam Musabaqah Tilawatil Qur’an Nasional (MTQN) 2011 di bidang debat Bahasa Inggris tersebut.

Ia menyatakan ketertarikannya dengan dunia mengajar. Hal itu berimbas pada cita-citanya, menjadi seorang pendidik.”Saya ingin memperbaiki sistem pendidikan yang berlaku. Agar tidak hanya sebatas formalitas saja,” ujarnya mantap. Ia berharap, peserta didik menjadi manusia yang benar-benar terdidik, berakhlak mulia, bersemangat dalam belajar, dan berkompeten,

Faktor Keberuntungan

Roni merasa keberuntungan berada di pihaknya saat olimpiade tersebut. ”Masih ada, bahkan tidak sedikit yang sebenarnya lebih pantas dari saya sebenarnya. Namun mereka sedang tidak bisa ikut serta saat itu,” ujarnya merendah.

”Ada faktor non teknis yang tidak bisa kita abaikan, Sang Pencipta. Kalau saya hanya mengandalkan kekuatan diri sendiri, saya tidak akan sampai di tempat sekarang," ungkapnya dengan raut wajah yang serius. Sebab, baginya, keberuntungan bukan hanya karena  by accident tapi juga bisa by design.

Bagi pengagum Muhammad Al Fatih ini, keberuntungan bisa didesain dengan mendekatkan diri kepada Allah. Dengan faktor kedekatan, rezeki yang tidak diduga-duga akan datang, yakinnya.”Namun bukan berarti kita tidak pernah belajar lalu berdo’a, tetap harus ada ikhtiar dengan belajar,” pungkasnya. (nir/esy)

Berita Terkait