ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
05 November 2011, 19:11

Pemira Ulang Distrik PENS Terancam Gagal

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Pemilihan Umum Raya (Pemira) Presiden BEM Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2011 tergolong cukup pelik. Selain molor karena perpanjangan kepengurusan BEM ITS yang lama, juga terdapat gugatan kecurangan dari salah satu calon, Muhlas Hanif Wigananda. Gugatan itu pun membuat Mahkamah Konstitusi Mahasiswa (MKM) ITS mengeluarkan keputusan untuk melaksanakan Pemilu ulang di distrik Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS).

”Walaupun pelanggaran pemira ini hanyalah sebuah SMS (Short Message Service, red) black campaign yang tidak terlalu besar efeknya, tapi hal ini menyalahi asas. Yaitu asas kebebasan,” tegas Amirul, salah satu anggota MKM. Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin angkatan 2008 ini pun menganalogikan kalau asas hukum ibarat jantung mahluk hidup. Apabila jantung sudah kena, maka tamatlah riwayat mahluk tersebut.

Selain itu, rasionalisasi kenapa harus diselenggarakan Pemilu ulang di distrik PENS ITS juga menjadi tanda tanya besar semua peserta pencerdasan tersebut. Menurut Amirul, pelanggaran ini bisa menyebabkan pemilu ulang karena dilakukan secara masif oleh sebuah lembaga. ”Kita harus mengadili kecurangan sekecil apapun. Minimal bisa menimbulkan efek jerah sehingga pemilu berikutnya tidak ada lagi pelanggaran, walaupun sekecil SMS black campaign,” kata Amirul lantang.

Rasionalisasi ini ternyata masih belum dapat memuaskan banyak pihak, salah satunya adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurut Dhanar Fajri Such Rufi, ketua KPU, sebelum diajukan ke MKM, gugatan itu sudah dilayangkan ke KPU. Setelah dilakukan investigasi, salah satu kasus SMS gelap pun dinyatakan bersalah dan sudah diberikan sanksi berdasarkan Undang-Undang Pemira.

”Semua urusan tentang pemilu sudah termaktub jelas dalam UU Pemira dan itu kewenangan KPU. Selain itu, apabila persoalan SMS saja mampu membatalkan Pemilu, maka kemungkinan besar jika terjadi kesalahan yang sama pada saat pemira ulang dilaksanakan, akan terjadi pemira ulang lagi dan pemira tahun ini tidak akan pernah selesai,” ujar Dhanar lantang.

Pihak yang tergugat dari kandidat nomor satu, Imron Gozali, cukup aktif dan menghidupkan suasana diskusi. Seluruh peserta terlihat sangat antusias. Hal ini bisa dilihat dari pertanyaan dan pernyataan kritis terhadap MKM dan ahli hukum ITS tersebut. Selama forum berlangsung, Muhlas Hanif Wigananda, sebagai pihak penggugat juga turut hadir.

Anindito Kusumojati, salah satu peserta pencerdasan pun ingin mengetahui  dasar MKM mengadakan pemilu ulang. ”Secara Undang-Undang dan ketetapan memang belum ada. Namun keputusan ini hasil dari kajian,” ungkap Wisnu Herlambang, salah satu anggota MKM ITS.

Tutus Wibowo SH selaku ahli hukum ITS pun menyampaikan beberapa pelurusan terkait pemahaman-pemahaman yang sedikit menyimpang. Menurutnya, yang dimaksud asas bebas dalam sebuah pemilu adalah sebuah kebebasan memilih tanpa intervensi dari berbagai pihak, khususnya ketika pemilih melakukan penyoblosan. ”Selama pemilih leluasa mencoblos dibalik bilik, itulah kebebasan. Jadi SMS tak kan bisa mengintervensi seseorang. Apalagi dalam kasus ini saksi yang diajukan mengaku tidak terpengaruh,” jelasnya.

Selain itu, Tutus menerangkan, tidak semua kesalahan harus dipukul rata. Menurutnya, dalam ilmu hukum itu terdapat beberapa pertimbangan dalam mengambil keputusan. Diantaranya adalah keadilan dan kebermanfaatan. ”Kalau hanya SMS bisa membatalkan pemilu, mohon dipertimbangkan lagi kebermanfaatan bagi KM ITS,” terangnya.

”Saya bangga terhadap mahasiswa ITS. Selain ahli di bidang teknik, ternyata juga peduli ilmu sosial dan hukum,” Tutus menyampaikan simpatinya. Dalam penutupnya, dia mengungkapkan kalau keputusan yang diambil MKM ITS tersebut sangat lemah karena tanpa dasar. Sehingga sangat mungkin untuk dikaji ulang dan digugat kembali, walaupun MKM menyatakan kalau ini merupakan keputusan final dan tidak bisa diganggu gugat. Tutus berharap kejadian ini bisa diambil pelajaran untuk kebaikan KM ITS ke depan. (*/hoe)

Berita Terkait