Acara ini berjudul Workshop dan Pelatihan Kriya Logam untuk Santri Pondok Pesantren Surabaya dan Madura, berakhir pada Sabtu (29/10). Kegiatan yang baru pertama kali diadakan tersebut merupakan upaya Jurusan Material dan Metalurgi untuk melakukan pengabdian masyarakat. "Kalau ke masyarakat umum, kurang spesifik. Dan yang paling potensial adalah pelajar. Jadi kita ambil dari pondok pesantren yang dekat-dekat," jelas koordinator lapangan kegiatan ini, Dr Widyastuti S Si M Si.
Seringnya dilakukan pengujian material untuk pembangunan Jembatan Suramadu di Jurusan Material dan Metalurgi merupakan alasan lain diadakannya acara pengabdian masyarakat tersebut. Kegiatan hasil dari kerja sama dengan BPWS (Badan Pengembangan Wilayah Suramadu) ini diisi dengan beberapa materi.
Kegiatan dimulai dari pembutan Clurit Madura serta pengelasan. Selanjutnya praktikum membuat Clurit dan maket Jembatan Suramadu. Tidak lupa para peserta juga diberikan materi tentang Wirausaha Industri Kecil Kriya Logam. "Biar mereka bisa mendirikan usaha kecil-kecilan," ujar wanita yang akrab disapa Wiwid dengan logat bahasa Madura.
Awalnya, kegiatan ini ditargetkan untuk diikuti oleh tiga puluh peserta. Namun tingginya antusias dari pesantren membuat acara ini diikuti total oleh 38 peserta. Peserta tersebut berasal dari lima belas pesantren yang didapat dari Departemen Agama RI. Pesantren yang mengikuti kegiatan ini tersebar di Kedung Cowek Surabaya dan Kabupaten Bangkalan Madura.
"Banyak pesantren yang menyayangkan diberi jatah hanya dua peserta. Malah ada juga kyai dari pesantren lain yang tidak masuk daftar kami, mengontak kami dan minta agar diberi jatah," ujarnya sambil tersenyum.
Sisi Unik Pelatihan
Selama pelatihan ini digelar, Wiwid mengaku dia sangat senang menjadi panitia kegiatan tersebut. Pasalnya, banyak hal unik dan menggelitik yang ditemuinya. Karena terlalu bersemangat, pelatihan yang menurut jadwal sudah selesai terpaksa jadi molor. "Karena mereka tidak mau berhenti praktikum. Yang membuat lama, mereka tidak cuma membuat clurit dan maket," ungkap Wiwid. Sambil tersenyum Wiwid mengatakan peserta malah membuat keris mainan dari bahan besi yang ada
Hal unik lainnya adalah masalah bahasa. Ketika ada pengumuman untuk berisitirahat dengan menggunaka bahasa Inggris, mereka hanya saling memandang. Pun demikian ketika diterjemahkan dengan ‘rehat’ dalam Bahasa Indonesia. Baru setelah diartikan dengan Bahasa Madura, mereka langsung memahami.
Bagi Supari, Teknisi di laboratorim yang ada di jurusan tersebut mengakui para peserta memiliki semangat yang kuat. Dia menambahkan Walaupun banyak dari mereka yang tidak sekolah secara formal, tapi kemauan yang kuat tersebut membuat mereka mampu menghasilkan clurit dan maket. "Kadang semangatnya mahasiswa saja bisa kalah," ujarnya yakin.
Syaeful Rizal, selaku peserta mengatakan bahwa banyak hal baru yang didapatkannya selama tiga hari tersebut. Santri kelas tiga madrasah aliyah tersebut berharap akan ada kegiatan seperti ini lagi. "Menyenangkan walaupun capek," ujar santri dari Pesantren Nurul Iman Labang Sukolilo, Bangkalan tersebut.
Wiwid berharap kegiatan ini tidak hanya terjadi sekali dan hilang begitu saja. Dia berharap suatu saat nanti, pihaknya mampu melakukan program serupa dengan system in house, langsung ke pesantren-pesantren yang ada. "Nanti mereka yang sudah lulus pelatihan sekarang bisa jadi instruktur kalau ada pelatihan di pesantren mereka," pungkasnya. (nir/el)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan terhadap riset energi bersih, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menerima kunjungan
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung