ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
03 Oktober 2011, 14:10

Laila-Laili, Wisudawati Kembar Arsitektur ITS

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Sejak TK hingga kuliah, ijazah putri pasangan Sobirin dan Sribanun ini dikeluarkan oleh lembaga yang sama. "Sebenarnya, Laili-lah yang ingin menjadi arsitek sejak SD," aku Laila. "Entah mengapa akhirnya menular ke saya," imbuhnya.

Laili pun sempat melakukan survei kecil. Ternyata, sedikit sekali pasangan kembar yang sama-sama bersekolah hingga duduk di perguruan tinggi yang sama. "Teman saya yang juga pasangan kembar kebanyakan malah beda jurusan. Malah, beda kampus," terang Laili. "Kebetulan dari TK hingga SMA, kami satu almamater terus. Lalu berlanjut hingga ke perguruan tinggi!" aku Laili bangga.

Saat SMA, sempat terbesit di benak Laila untuk menempuh pendidikan dokter. Menurutnya, hal itu wajar. Saat duduk di kelas 3 SMA dahulu, kebanyakan siswa menganggap dunia kedokteran adalah hal yang prestisius. Laila lebih menyukai Kimia. Saking senangnya, dulu Laila ingin masuk Teknik Kimia juga. "Kalau saya senang Biologi. Namun, obsesi jadi ahli rekayasa genetika dan gizi sepertinya harus saya hilangkan dari kamus cita-cita saya," tutur Laili.

Nostalgia Masa Kuliah
IPK mereka sama-sama di atas 3. Namun, Tugas Akhir Laila mendapatkan nilai AB, sedangkan Laili mendapatkan nilai B. Sejenak, wisudawati kembar ini bernostalgia menceritakan pengalaman unik saat kuliah dulu. Ternyata Laila pernah membolos mata kuliah dua kali berturut-turut. Anehnya, bukan karena tugas atau apa. Namun, ia tidur lagi setelah Subuh. "Kuliah pukul 7. Bangun pukul setengah 8 lebih. Sejak itu, saya kapok tidur di pagi hari," aku Laila menyesal.

Laili pun tak pelit berbagi pengalaman lucunya. Mereka berdua acap kali dipanggil "Kembar.. Kembar". "Bahkan mungkin malah banyak yang tidak tahu nama asli kami," ujar Laili.

Selain kuliah, Laila pernah aktif di BEM ITS, Jamaah Masjid Manarul Ilmi, dan pernah bergabung di Himpunan Mahasiswa Sthapati Arsitektur. Sedangkan Laili, yang mengaku bukan orang yang "gila" jabatan plus organisasi, lebih senang meng-upgrade diri dengan caranya sendiri. "Dulu iseng-iseng ikut BEM sama JMMI. Namun, saya bukan ‘bawahan’ yg baik," aku Laili polos.

Kuliah di Arsitektur, rupanya sempat membuat si kembar merasa salah jurusan. Laila mengiyakannya. Namun setelah diwisuda, ia malah bertanya-tanya pada dirinya sendiri. "Memangnya jurusan yang benar buat saya itu apa?" ujarnya. Laili pun sependapat dengan Laila. Menurutnya, tidak ada mahasiswa yang 100% merasa "benar" dengan keputusannya saat mengambil pilihan jurusan. Salah satunya Laili. "Dulu, tahun kedua saya coba ikut SPMB lagi. Alhamdulillah, hasilnya sama: Selamat, Anda diterima di Arsitektur lagi," ceritanya polos.

Menikmati kuliah di Arsitektur, Laila-Laili juga seperti kebanyakan mahasiswa lainnya. Pernah mengalami stres. Dalam mengerjakan tugas, mereka saling menyemangati. Terkadang mereka juga saling bertanya dan meminta bantuan.

Lalu, Apa yang si kembar ini lakukan ketika stres mengerjakan tugas? "Biasanya kami menonton film yang tidak berbahasa Indonesia," Laila pun menimpali, "Atau menyanyikan lagu wajib kami, Ehlam Ma’aayaa yang dipopulerkan oleh Hamzah Namira. Juga Insha Allah-nya Maher Zain yang versi Perancis dan Arab. "Ngena banget di hati," ujar Laila. Bila stres sudah masuk tahap mengkhawatirkan, Laila langsung berwudlu, cuci kaki dan tangan, lalu tidur secepatnya.

Laila sangat menyenangi mata kuliah Sains Arsitektur dan Teknologi. "Karena ada nuansa Sainsnya. Saya ingin mendalami bidang ini." Tugas akhir yang berjumlah 8 SKS ternyata sempat membuat Laila harus berkali-kali menemui dokter karena sering sakit.
Tak ketinggalan, Laili pun bercerita mengenai mata kuliah terberat yang ia alami. Perancangan Arsitektur (PA), katanya. "Nilai saya hancur. Namun tetap berharap suatu hari bisa jadi arsitek yg baik," harap Laili.

Mata kuliah yang paling Laili sukai adalah Teori Arsitektur. Selain PA, saya adalah mahasiswa pengambil mata kuliah setia yang diajarkan Prof. Josef Prijotomo. "Sejujurnya, hingga saat ini, saya masih manggut-manggut saja tanpa mengerti maksudnya 100%. Saya rasa hampir semua alumni arsitektur ITS juga demikian," ujar Laili terkekeh.

Tempat nongkrong favorit mereka sama-sama di masjid. "Saya lebih suka milih tempat yang sesuai dengan syarat yang ada di checklist saya, nggak neko-neko. Yang penting nggak buang-buang duit sama nggak bising kecuali untuk waktu-waktu tertentu. Tempatnya di seberang jalan depan jurusan kok." Laili pun mengangguk setuju. "Karya arsitektur yang paling enak dipakai ‘nongkrong’ ya masjid. Entah di kampus atau di manapun," akunya. Laili selalu mencari masjid. Menurutnya, ingin melakukan apa saja, asalkan yang positif dapat nilai pahala. Ia bercerita bahwa berjalan ke masjid mendapat pahala. Rasanya adem kalau dekat dengan masjid. "Apalagi saya suka tempat yang gratisan pula," ujar Laili sedikit bergurau.

Berbicara tentang idola, Laila dan Laili memiliki selera yang sama. Yaitu Nabi Muhammad SAW. Laila menganggap sifat baik yang beliau miliki masih sulit untuk ditiru.  "Beliau baik pada siapapun. Termasuk musuhnya sendiri," ceritanya. Laili juga berpendapat serupa. Ia mengaku dari sekian puluh ribu orang yang Ia jumpai, belum pernah ia temui orang dengan kualitas dan kapabilitas seperti beliau.

Soal arsitek idola, ternyata selera mereka berbeda. Laila mengagumi Ahmad Noe’man, perancang masjid Salman ITB. Zaha Hadid dengan karya arsitektur yang futuristik juga tak luput dari pandangan Laila. "Zaha adalah perempuan yang bisa survive di kalangan arsitek dunia yang kebanyakan didominasi oleh laki-laki," ujar Laila memuji.

Laili mengidolakan Tadao Ando. "Mulanya saya tidak tahu kenapa begitu ngefans dengannya. Ternyata dia memiliki saudara kembar dan sama-sama menggemari dunia arsitektur," ujarnya. "Yang jelas, saya tidak mau meniru jejaknya yang juga pernah jadi petinju," imbuh Laili.

Setelah diwisuda, ke depannya, mereka berdua sama-sama ingin melanjutkan studi ke negeri orang. Namun, sembari menunggu kesempatan tersebut, mereka ingin bekerja atau menyambi sambil sekolah lagi. "Saya ingin mewujudkan mimpi saya sewaktu SD, bisa sekolah ke luar negeri, supaya tidak sering pulang kampung," terang Laili lantas tertawa.

Bicara tentang prestasi, Laila pernah memiliki IP cumlaude di awal semester. Sebelum lulus, Laila juga diajak untuk membuat sebuah PKM oleh Mahasiswa Teknik Sipil. "Alhamdulillah, kabarnya didanai," ujarnya senang. Berbeda dengan Laila, Laili mengaku bahwa ia bukan orang yang menargetkan prestasi secara fisik. "Jujur saja, target prestasi saya akan terlihat ketika usia saya 35 tahun," ceritanya lantas tertawa.

Kesan dan Pesan

Si kembar yang sama-sama suka bercanda ini pun mengungkapkan bahwa ITS telah mengajarinya berbagai pengalaman hidup. "Teman-teman dan adik-adik yang masih studi, pergunakan kesempatan selama menjadi mahasiswa dengan sebaik-baiknya untuk hal yang positif dan membangun diri kita," pinta Laila.

Laili pun menambahkan, "Mungkin ITS memang bukan cita-cita awal pelabuhan saya dalam menuntut ilmu. Namun, semua yang saya butuhkan ada di tempat ini. Meskipun saat ini ITS masih dinomorduakan, saya yakin suatu saat nanti bisa jadi kampus teknik nomor wahid di negeri ini," harapnya sambil mengamini.

Mereka pun tak pelit berbagi pesan. "Seperti kata Honda, the power of dreams. Buat siapapun, jangan takut untuk bermimpi. Dengan mimpi itulah akan muncul passion dari dalam diri kita untuk mewujudkannya."

Laili tak mau ketinggalan. Ia berpesan mengutip kata-kata idolanya, carilah ilmu dari buaian hingga liang lahat. Laili menambahkan, "Dare to dream! Beranilah bermimpi!" itulah kata-kata dari teman Laili semasa SMA, yang kebetulan juga anak kembar.
(ers/bah)

Berita Terkait