ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
27 September 2011, 13:09

Sengaja Lulus Tak Tepat Waktu, Mbolang Dulu

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Murah senyum dan slenge’an. Mungkin itulah kesan pertama yang muncul ketika pertama kali bertemu dengan Ridho. Namun siapa sangka, dibalik itu semua, mahasiswa yang telah diwisuda Minggu (25/9) ini telah menorehkan prestasi-prestasi luar biasa.

‘Hidup adalah tentang menemukan diri sejati Anda. Hidup adalah seni untuk mengetahui siapa Anda. Hidup adalah tentang menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda yang berharga’. Sederet kata-kata mutiara di atas adalah milik Ridho. Berprinsip pada tiga kalimat tersebut, Ridho tebas semua impian mahasiswa pada umumnya. Apa saja? IPK Cumlaude, dua medali emas di ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas), dan nilai A dalam Tugas Akhir (TA).

Ridho mengaku merasa tak sia-sia lulus molor 4,5 tahun.”Kuliah empat tahun itu terlalu biasa. Jalan-jalan dulu lah, mbolang dulu, cari pengalaman di luar sana,” ujarnya sambil terkekeh.

Lahir pada Januari 1988 silam, Ridho, adalah anak Lamongan yang unik. Gempa yang pernah dialaminya sendiri di Jogjakarta tahun 2006 lalu membuatnya banting setir. Ridho yang pada awalnya berniat kuliah kedokteran, tiba-tiba ingin menempuh pendidikan arsitektur.

Gempa berkekuatan sekitar 7 Skala Richter tersebut merenggut nyawa banyak orang. Beruntung Ridho tak terluka. ”GOR Jogja sudah menjadi seperti Colloseum,” ujarnya. Berawal dari sana lah Ridho mulai penasaran akan konstruksi bangunan.

Ridho yang hobi menggambar sejak kecil pun akhirnya memilih kuliah di Jurusan Arsitektur ITS. ITS menjadi jujugannya, karena saat itu ia hanya diperbolehkan memilih regional Jawa Timur. Akhirnya, Ridho berhasil menembus Arsitektur ITS lewat jalur beasiswa. "Saya ingin mandiri, tidak ingin memberatkan orangtua," ujarnya.

Tertarik Meneliti Mangrove
Ridho terkagum-kagum dengan Mangrove di kota kelahirannya, Lamongan. Rasa keingintahuannya yang berlebih membuatnya kian penasaran akan mangrove. Ternyata setelah ia baca, mangrove adalah organisme intertidal. Jenis rhizopora merupakan famili terkuat sehingga dapat digunakan untuk bantalan kereta api dan peredam tsunami.

Tertarik meneliti lebih lanjut, ia pun mengajak rekan-rekannya untuk mendalami mangrove. Mata kuliah Struktur Bentuk yang diajarkan di jurusannya, juga menginspirasi Ridho menciptakan Mangrove RhizoporarChitecture (MRaC). ”Kami, tim MRaC adalah orang-orang yang gila di bidang mangrove,” ujar Ridho. Mereka pun mulai meneliti dan mencoba membuat Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Saat itu, MRaC menjadi satu-satunya PKM dari Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan.

Malangnya, saat itu status Ridho adalah mahasiswa non aktif di ITS. Kesempatan tampil di Pimnas pun ia serahkan pada rekan-rekannya. "Saya harus bisa mempercayakan kepada mereka," aku Ridho. Tak sia-sia, MRaC memperoleh emas di Pimnas 2009 yang dihelat di Bali.

Salah satu proyek PKM terbaru Ridho dan timnya yang mendapatkan emas PKM-Penelitian (PKMP) di Pimnas Makassar silam bernama G-Feet. G-Feet merupakan singkatan dari Gecko Feet (kaki tokek). Dijelaskan Ridho, G-Feet adalah sistem sambungan untuk MRaC. Ide gilanya didapat setelah melihat tokek yang menempel di langit-langit. ”Kuat sekali cengkeramannya,” ujar mahasiswa yang belum pernah tes IQ ini. Ia pun jadi ingin meneliti lebih lanjut mengenai kaki tokek.

PKM-Gagasan Tertulis (GT) Ridho dan tim juga memperoleh medali emas di Pimnas Makassar. ”Kami membuat Jakarta Mangrove Waterfront City yang merupakan konsep kota dari MRaC,” terang mahasiswa yang gemar berdiskusi ini.

Ridho pun tak pelit berbagi tips sukses PKM. Ia menyarankan, kalau bisa PKM bisa self- funding. Dana PKM yang tersisa dapat digunakan untuk mengembangkan atau membuat ide baru. Selain itu juga perlu adanya kesamaan visi dari setiap anggota dalam tim.

Selain PKM, beberapa waktu lalu, MRaC juga menerima penghargaan dari IF Concept Award, sebuah kompetisi internasional di bidang desain. Karya tim MRaC pun terabadikan di buku jurnal terbitan Jerman.

Prestasi itu Biasa
”Prestasi nasional itu biasa. Prestasi internasional juga biasa. Kalau karya kita bisa bermanfaat bagi orang lain, itu baru luar biasa," tandas pria tinggi tersebut saat ditanya mengenai segudang prestasinya.

Ditanya apakah pernah mengalami kegagalan, Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) ITS tahun 2009 tersebut menjawab, hal itu tergantung dari mindset. Ada orang yang menganggap kegagalan itu musibah, ada juga yang bersyukur. ”Kalau kita juara, kita akan dicari orang, bukan mencari orang” ungkap pria yang pernah magang di Budi Pradono Architects, Jakarta ini.

Menurut Ridho, manajemen waktu yang baik sangat penting. Terbukti, ia bisa mengerjakan tiga PKM dan tugas akhir sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Setelah sidang TA, Ridho dan tim lalu bertolak ke Makassar untuk mengikuti Pimnas.

Mengenai rencana setelah wisuda, pria yang pernah bertemu Pak SBY karena rentetan prestasinya ini mengaku berencana untuk melanjutkan studi ke Massachusets Institute of Technology  (MIT). ”Kalau bisa, sudah jadi profesor sebelum usia 27 tahun,” ujarnya lantas tertawa. (ers/fi)

Berita Terkait