Kata itu adalah ‘wono’. Dalam bahasa Jawa, kata itu berarti ‘hutan’. Namun bagi Mukayat, kata itu memiliki banyak arti.
Lima puluh empat tahun yang lalu, Mukayat lahir di desa Juwono, dusun Subowono, Nganjuk. Ketika tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sekitar tahun 1975, ia pergi ke Surabaya untuk mencari kerja. Awalnya, ia bekerja sebagai kuli bangunan.
Satu tahun berikutnya, ia mulai bekerja sebagai staf bagian pengajaran di Fakultas Teknik Kimia ITS, kampus Baliwerti. Sembari bekerja, ia juga kuliah di malam hari. Ketika pusat kampus ITS ditetapkan di Sukolilo, ia pun turut pindah. Selama itu, ia kos di daerah Wonokromo.
Pada tahun 1990, Mukayat membeli rumah di kawasan Wonorejo. Ia tinggal disana hingga sekarang bersama istrinya yang berasal dari Wonogiri dan kedua putranya.
Baru-baru ini, ia dianugerahi penghargaan Satya Lencana Karya Satya untuk pengabdiannya selama lebih dari 30 tahun di ITS. Penghargaan itu disampaikan langsung pada upacara peringatan 17 Agustus 2011 lalu oleh rektor ITS, Prof Dr Ir Triyogi Yuwono DEA.
”Saat itu saya baru menyadari banyaknya kata ‘wono’ dalam hidup saya,” ujarnya. Namun ia sendiri tak menganggap kata itu bertuah. Baginya, semua hanya kebetulan belaka.
Yang mendominasi hidupnya, justru sebuah momen saat ia berangkat ke Surabaya untuk pertama kalinya. ”Ibu saya tidak memberi sangu uang, melainkan tiga hal yaitu cengkir, merang dan suruh temu rose ,” lanjutnya.
Cengkir adalah nama jawa untuk kelapa yang masih sangat muda. Namun dalam pepatah Jawa, kata ini merupakan singkatan dari kencenge pikir. Bagi Mukayat, ini merupakan nasihat untuk selalu fokus dalam bekerja.
Merang atau tangkai padi kering juga dapat diartikan sebagai mereme arang-arang. Ini adalah nasihat untuk mengurangi tidur, untuk bangun setiap malam dan melaksanakan shalat tahajud.
Sementara suruh temu rose adalah istilah untuk daun suruh (sirih, red) yang memiliki tulang daun simetris. Kata-kata ini adalah singkatan dari ngangsu kawruh sampe temu rosone (mencari pengalaman, pendidikan hingga dapat dirasakan hasilnya, red). Inilah yang memacu Mukayat untuk kuliah sembari bekerja dahulu. Saat ini, menurutnya, adalah saatnya untuk menikmati hasil kerja kerasnya dulu.
Meski begitu, ia tetap berharap bahwa kata ‘wono’ itu tetap bisa menjadi sebuah filosofi yang mewarnai hidupnya. ”Saya ingin seperti sebuah hutan, bermanfaat bagi lingkungan sekitar saya,” tutup pria yang juga memiliki sebuah yayasan bantuan pendidikan ini. (lis/rik)
Kampus ITS, ITS News – Transparansi informasi merupakan hal yang krusial dalam keberlanjutan sebuah institusi. Berangkat dari inisiasi tersebut,
Surabaya, ITS News – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) memperkuat perannya dalam mendorong pendidikan berkelanjutan melalui audiensi bersama Dinas
Kampus ITS, ITS News — Apresiasi mahasiswa yang aktif berorganisasi, Lembaga Pengelola Dana Abadi (LPDA) Institut Teknologi Sepuluh
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bersama Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) secara resmi