Mereka adalah Nuruddin Adhany Permadi, Bardo Wenang, Muhammad Alfiansyah, Ahmad Cecep Sofyan, dan Aminuddin. Siapa sangka jika ide awal penciptaan alat tersebut ternyata berasal dari Lomba Cipta Elektro Nasional (LCEN) pada 2010 lalu. Pada kompetisi itu mereka berhasil menjadi lima besar finalis dengan karya kursi roda otomatis berpenggerak sensor mata.
Saat itu pula tim ini pertama kali bertemu dr Danu Marioto Teguh, mitra PKMT mereka. Dokter Danu menilai karya Adhan dan kawan-kawannya tersebut canggih namun masih belum mampu memberikan solusi konkret bagi masyarakat. ”Kata beliau orang berkursi roda psikologisnya lebih nyaman didorong,” ujar Adhan.
Akhirnya atas saran dr Danu, sekawanan mahasiswa Teknik Elektro itu pun mengubah konsep alat yang akan mereka bawa di ajang PKM. ”Selama ini hospital bed saat digunakan menaiki tangga, posisinya menanjak sesuai dengan kemiringan tangga, hal ini jelas membahayakan pasien,” jelasnya. Didasarkan dengan kebutuhan tersebut, mereka pun mengusulkan ide sebuah tempat tidur rumah sakit agar tetap berposisi sejajar dengan tanah ketika dibawa melewati tangga rumah sakit.
Alat bernama Automatic Hospital Transfer Bed itu secara otomatis dapat menyesuaikan kedudukan tempat tidur dengan sudut kemiringan tangga. Disebutkan Adhan, keunggulan lainnya, alat tersebut juga mengikuti prinsip robot line follower. Tanpa didorong perawat, Automatic Hospital Transfer Bed tetap bisa melewati tangga dengan mengikuti garis yang telah disiapkan di tangga rumah sakit.
Adhan mengaku, timnya sempat mengalami sedikit kendala terkait persiapan presentasi. Mereka terpaksa tidak mengikuti bimbingan di ITS saat berada di Surabaya. Adhan sendiri saat itu tengah menjalani Kerja Praktek (KP) sementara keempat rekannya juga sibuk mengumpulkan bahan presentasi yang belum selesai.
Meski belum siap presentasi, keempat rekan setimnya berinisatif melihat presentasi tim lain selama bimbingan oleh ITS. Tujuannya, agar dapat belajar dari kekurangan dan kelebihan tim lainnya.
Pertama kali latihan presentasi di depan tim dosen ITS, mereka mendapatkan kritik yang cukup tajam karena minimnya persiapan. ”Waktu itu pembimbing dari ITS sempat mengatakan mending kami pulang saja, nanti saja kembali kalau sudah siap,” kenang Adhan. Namun bagi timnya, kritik tersebut mereka jadikan motivasi untuk memperbaiki presentasi.
Tantangan lainnya, Adhan dan timnya mengaku, dana dari Dikti sebesar Rp 9 juta masih belum mampu menutupi biaya pembuatan alat. Akhirnya, mereka terpaksa merogoh kantong sendiri untuk menyelesaikan hospital bed yang menghabiskan dana hingga Rp 11 juta. Usaha Adhan dan kawan-kawannya itu tidak sia-sia. Mereka berhasil meraih emas presentasi di ajang Pimnas yang digelar di Universitas Hasanuddin.
Setelah berhasil meraih emas, Adhan berencana menyempurnakan alat tersebut agar mendapat sertifikasi dari Departemen Kesehatan dan dapat diproduksi secara masal nantinya.(lhp/fi)
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
Kampus ITS, ITS News — Guna meneguhkan komitmen sebagai World Class University (WCU), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menyiapkan
Nganjuk, ITS News — Tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil membangun dan mengimplementasikan Kumbung