ITS News

Selasa, 23 Desember 2025
12 Agustus 2011, 16:08

Dari Kaki Tokek ke Juara Pimnas

Oleh : Dadang ITS | | Source : -
 

Tim Gecko Feet (G-Feet) yang diketuai Febreyne Cita Dewi ini terbentuk
dua tahun lalu. Awalnya, Ridho Prawiro, satu-satunya personil laki-laki
dan yang tertua dalam tim ini, memiliki rasa penasaran yang kuat
terhadap cengkeraman kaki tokek yang dapat melekat di atap dan dinding.

Ridho
pun mengajak adik-adik kelasnya di Jurusan Arsitektur ITS untuk
melakukan penelitian. Kompetisi nasional tahunan bergengsi oleh Dikti
tersebut bertajuk Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Ridho pun
berhasil mengajak Febreyne Cita Dewi., Prajnaparamita Nurul Kusuma
Wardani, dan Fardilla Rizqiyah.

Awalnya, mereka membuat PKM
Gagasan Tertulis. Sayangnya, tidak berkesempatan untuk lolos Pimnas.
Penelitian tersebut akhirnya dipublikasikan di 11th International 
Conference on Sustainable Environment and Architecture (Senvar) 2010.
Mereka pun makin termotivasi untuk mengembangkan penelitian tersebut.
Judul PKM Penelitian tersebut akhirnya dikembangkan menjadi
“Investigasi Geometri dan Material ”Sticky brushes” sebagai
Pengunci Pada Sistem Sambungan Ramah Lingkungan G-feet (Gecko Feet).
Satu anggota baru pun ditambahkan. Ialah Yuni Dita Setyanti, mahasiswi
angkatan 2009.

Para ilmuwan telah mengkalkulasi bahwa tokek
setara dengan manusia yang mampu mengangkat beban 10 ton dengan kondisi
menempel di langit-langit. ”Ternyata tokek dapat menempel kuat pada
permukaan benda, bahkan dapat menahan beban hingga 1200 kali berat
tubuhnya,” papar Fardilla Rizqiyah yang akrab disapa Faiz ini.

"Sudah
banyak penelitian tentang kekuatan kaki tokek. Namun belum ada yang
meneliti untuk diaplikasikan pada sistem sambungan", ujar Prajna, salah
satu anggota Tim Gecko Feet ini.

Mahasiswi angkatan 2008 ini
menunjukkan bentuk kaki tokek yang bercabang-cabang. Ternyata kaki tokek
memiliki hirarki yang mulai dari atas ke bawah yang secara berurutan
disebut lamellae-setae-spatula-tip of spatula. Tip of spatula akan masuk
ke pori-pori benda yang ditempelinya.

Mereka lalu meneliti
bentuk geometri setae-spatula-tip of spatula, bentuk geometri
positif-negatif carbon nano tubes, sudut kemiringan, bentuk geometri
sikat, bentuk geometri Velcro®, serta bentuk geometri karton telur.
Selain itu mereka juga meneliti beberapa material, yakni sikat,
Velcro®, karton telur, beton, baja, dan kayu.

”Hook dan loop
atau yang lebih dikenal dengan Velcro®, istilah awamnya kretekan,
memiliki 2 geometri yang saling berlawanan,” papar Faiz. Ada
benang berkait (hook) serta benang mirip rambut (loop). Material dari
hook dan loop pada umumnya adalah woven vinyl.

Isu ramah
lingkungan pun juga dimanfaatkan oleh tim G-Feet. Kaki tokek memiliki
prinsip kerja dengan kemampuan untuk: mudah merekat, memiliki sistem
pengunci (locking system) penggunaan jangka panjang (long time usage)
dan dapat digunakan kembali (re-usable).

Poin yang paling penting
adalah sistem pengunci (locking system) yang didapatkan dari material
dengan desain geometri khusus. Material inilah yang disebut sebagai
sticky brushes. Ialah sekumpulan geometri yang mampu merekatkan sistem
sambungan. Hal ini sesuai dengan prinsip kerja kaki tokek yang mudah
merekat pada suatu permukaan akibat gaya Van der Walls yang terjadi
antara spatula dan tip of spatula dengan permukaan suatu benda.

Ternyata
didapatkan bahwa geometri hook dan loop sebagai sticky brushes paling
cocok untuk dijadikan objek penelitian. Keunggulannya ialah ukuran
penampang dalam millimeter, mudah didapat dan tentunya memilikI sistem
pengunci yang kuat.

Langkah selanjutnya, mereka membuat
mock-up/prototype dengan kayu dan multiplek 2 cm. Sampel yang diuji
masing-masing 5 buah dari sampel A=5cmx5cm, B=10cmx10cm, C=15cmx15cm dan
D=20cmx20cm. Semuanya mereka beri uji fisik yaitu tarik, puntir, dan
geser.

Uji fisik dilakukan dengan menggunakan dua kotak penguji
yang telah dilapisi hook dan loop pada masing-masing permukaannya. Kedua
kotak ini berfungsi sebagai alat uji tempat menempelnya mock-up yang
juga dilapisi dengan hook dan loop yang merupakan pasangan hook dan loop
dari masing-masing kotak.

Dibimbing oleh Dr. Ir. V. Totok
Noerwasito, M.T., tim G-Feet menemukan rumus komposisi sticky brushes
yang ideal. Dengan menggunakan bahan perantara kayu dalam uji tes fisik,
didapatkan fakta uji geser maksimum pada bahan dengan luasan 1 m2 dapat
menahan beban sebesar 10 ton, pada uji puntir minimum luasan 1 m2 mampu
menahan beban 0.98 ton, sementara nilai rata-rata tegangan tarik luasan
1 m2 mampu menahan beban 3.59 ton. Pada benda uji, dalam waktu satu
jam, tegangan yang mampu ditahan oleh sistem sambungan mencapai 369
ton/m2.

Ternyata didapatkan bahwa hook dan loop akan semakin
rekat ketika terkena gaya tekan, tarik dan geser. Hasilnya, sistem
sambungannya akan semakin merekat dengan bertambahnya jenis dan arah
gaya.

Faiz pun menjelaskan alasan dibalik pengaplikasiannya untuk
sistem sambungan. ”Å“Sistem sambungan adalah hal yang paling penting
dalam sebuah bangunan. Semua material dapat terakit menjadi sebuah
bangunan utuh karena sistem sambungan,” ujarnya. Yang menarik dari
sebuah struktur bangunan ialah detail masing-masing yang berbeda sesuai
material dan beban yang ditanggung. Sebagian dari sistem sambungan ada
yang dipatenkan karena memiliki konfigurasi yang detail dan khusus.

G-Feet
diharapkan dapat menjadi solusi sistem sambungan yang mudah digunakan,
sehingga mengurangi energi yang terbuang sia-sia akibat proses
konstruksi yang lama.  Hal ini mengacu pada konsep green yang meliputi:
berkelanjutan (sustainable), efisien (efficient) dan sehat (healthy).
G-Feet mengacu kepada poin sustainable danefficient.

”G-Feet
juga berpotensi menjadi sebuah solusi dalam meminimalisir kerusakan
akibat gempa bumi,” ujar Faiz. Gempa bumi rata-rata diakibatkan oleh
rusaknya sistem sambungan, jika jenis dan mutu material pada bangunan
diabaikan.

Faiz tak lupa menyebutkan contoh yaitu melalui
modifikasi sistem sambungan pasak. ”Sistem sambungan tradisional dengan
pasak lama-lama akan menjadi aus karena sering bergeser saat terjadi
gempa berulang-ulang,” tuturnya. Sticky brushesnya dapat
dilapiskan pada komposit atau pada bidang yang disambung. Pada lain
percobaan, modifikasi sistem sambungan bracing akan meningkat
kekuatannya. Selain itu juga dapat diaplikasikan pada struktur lengkung
dan tangga gantung pada rumah.

Penelitian tentang sistem
sambungan G-feet ini difokuskan pada sticky brushes yang berfungsi
sebagai sistem pengunci (locking system) dengan menggunakan bahan hook
dan loop yang beredar di pasaran. Hal ini disebabkan karena
karakteristiknya yang mirip dengan cara kerja kaki tokek.

Tak
berhenti sampai di sini saja, tim ini pun memasukkan karyanya di jurnal
Senvar ke-12 di Universitas Brawijaya pada November mendatang. Karya
tersebut berjudul ”Gecko Feet (G-Feet) Reversible Structural Joint
System and Its Application on Indonesian Vernacular Architecture
Tectonics”.

”Masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain yang
akan muncul ketika kita menambahkan variabel baru. Penelitian ini hanya
terbatas pada uji material hook dan loop,” papar Faiz. Apabila
dikombinasikan dengan kemiringan sudut tertentu serta dengan dimensi
hook dan loop yang lebih kecil dari 1.67 mm, tentunya akan didapatkan
sticky brushes yangmemiliki kemampuan menahan beban lebih tinggi.

Saat
pra pelaksanaan dan pelaksanaan Pimnas, tak berarti jalan mereka
mulus-mulus saja.  Begitu banyak rentetan kejadian tidak
disangka-sangka. Berkali-kali melakukan revisi slide presentasi, salah
menaruh file untuk presentasi, ditinggal oleh tim lainnya, dan
lain-lain. Namun, siapa sangka musibah-musibah itu berbuah hadiah. Saat
malam pengumuman tiba, tim ini didapuk menjadi juara pertama kategori
PKM-Penelitian 1 dan membawa pulang maskot Pimnas berbentuk ayam jantan
dan uang senilai 2,5 juta.

Penelitian lima mahasiswa Arsitektur
ini dapat dijadikan pembelajaran terhadap alam, bahwa sistem struktur
bangunan ternyata bias juga terinspirasi oleh makhluk di sekitar kita.

Berita Terkait