ITS News

Rabu, 17 Desember 2025
12 Agustus 2011, 16:08

Dari Kaki Tokek ke Juara Pimnas

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Tim Gecko Feet (G-Feet) yang diketuai Febreyne Cita Dewi ini terbentuk dua tahun lalu. Awalnya, Ridho Prawiro, satu-satunya personil laki-laki dan yang tertua dalam tim ini, memiliki rasa penasaran yang kuat terhadap cengkeraman kaki tokek yang dapat melekat di atap dan dinding.

Ridho pun mengajak adik-adik kelasnya di Jurusan Arsitektur ITS untuk melakukan penelitian. Kompetisi nasional tahunan bergengsi oleh Dikti tersebut bertajuk Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Ridho pun berhasil mengajak Febreyne Cita Dewi., Prajnaparamita Nurul Kusuma Wardani, dan Fardilla Rizqiyah.

Awalnya, mereka membuat PKM Gagasan Tertulis. Sayangnya, tidak berkesempatan untuk lolos Pimnas. Penelitian tersebut akhirnya dipublikasikan di 11th International  Conference on Sustainable Environment and Architecture (Senvar) 2010. Mereka pun makin termotivasi untuk mengembangkan penelitian tersebut. Judul PKM Penelitian tersebut akhirnya dikembangkan menjadi “Investigasi Geometri dan Material ”Sticky brushes” sebagai Pengunci Pada Sistem Sambungan Ramah Lingkungan G-feet (Gecko Feet). Satu anggota baru pun ditambahkan. Ialah Yuni Dita Setyanti, mahasiswi angkatan 2009.

Para ilmuwan telah mengkalkulasi bahwa tokek setara dengan manusia yang mampu mengangkat beban 10 ton dengan kondisi menempel di langit-langit. ”Ternyata tokek dapat menempel kuat pada permukaan benda, bahkan dapat menahan beban hingga 1200 kali berat tubuhnya,” papar Fardilla Rizqiyah yang akrab disapa Faiz ini.

"Sudah banyak penelitian tentang kekuatan kaki tokek. Namun belum ada yang meneliti untuk diaplikasikan pada sistem sambungan", ujar Prajna, salah satu anggota Tim Gecko Feet ini.

Mahasiswi angkatan 2008 ini menunjukkan bentuk kaki tokek yang bercabang-cabang. Ternyata kaki tokek memiliki hirarki yang mulai dari atas ke bawah yang secara berurutan disebut lamellae-setae-spatula-tip of spatula. Tip of spatula akan masuk ke pori-pori benda yang ditempelinya.

Mereka lalu meneliti bentuk geometri setae-spatula-tip of spatula, bentuk geometri positif-negatif carbon nano tubes, sudut kemiringan, bentuk geometri sikat, bentuk geometri Velcro®, serta bentuk geometri karton telur. Selain itu mereka juga meneliti beberapa material, yakni sikat, Velcro®, karton telur, beton, baja, dan kayu.

”Hook dan loop atau yang lebih dikenal dengan Velcro®, istilah awamnya kretekan, memiliki 2 geometri yang saling berlawanan,” papar Faiz. Ada benang berkait (hook) serta benang mirip rambut (loop). Material dari hook dan loop pada umumnya adalah woven vinyl.

Isu ramah lingkungan pun juga dimanfaatkan oleh tim G-Feet. Kaki tokek memiliki prinsip kerja dengan kemampuan untuk: mudah merekat, memiliki sistem pengunci (locking system) penggunaan jangka panjang (long time usage) dan dapat digunakan kembali (re-usable).

Poin yang paling penting adalah sistem pengunci (locking system) yang didapatkan dari material dengan desain geometri khusus. Material inilah yang disebut sebagai sticky brushes. Ialah sekumpulan geometri yang mampu merekatkan sistem sambungan. Hal ini sesuai dengan prinsip kerja kaki tokek yang mudah merekat pada suatu permukaan akibat gaya Van der Walls yang terjadi antara spatula dan tip of spatula dengan permukaan suatu benda.

Ternyata didapatkan bahwa geometri hook dan loop sebagai sticky brushes paling cocok untuk dijadikan objek penelitian. Keunggulannya ialah ukuran penampang dalam millimeter, mudah didapat dan tentunya memilikI sistem pengunci yang kuat.

Langkah selanjutnya, mereka membuat mock-up/prototype dengan kayu dan multiplek 2 cm. Sampel yang diuji masing-masing 5 buah dari sampel A=5cmx5cm, B=10cmx10cm, C=15cmx15cm dan D=20cmx20cm. Semuanya mereka beri uji fisik yaitu tarik, puntir, dan geser.

Uji fisik dilakukan dengan menggunakan dua kotak penguji yang telah dilapisi hook dan loop pada masing-masing permukaannya. Kedua kotak ini berfungsi sebagai alat uji tempat menempelnya mock-up yang juga dilapisi dengan hook dan loop yang merupakan pasangan hook dan loop dari masing-masing kotak.

Dibimbing oleh Dr. Ir. V. Totok Noerwasito, M.T., tim G-Feet menemukan rumus komposisi sticky brushes yang ideal. Dengan menggunakan bahan perantara kayu dalam uji tes fisik, didapatkan fakta uji geser maksimum pada bahan dengan luasan 1 m2 dapat menahan beban sebesar 10 ton, pada uji puntir minimum luasan 1 m2 mampu menahan beban 0.98 ton, sementara nilai rata-rata tegangan tarik luasan 1 m2 mampu menahan beban 3.59 ton. Pada benda uji, dalam waktu satu jam, tegangan yang mampu ditahan oleh sistem sambungan mencapai 369 ton/m2.

Ternyata didapatkan bahwa hook dan loop akan semakin rekat ketika terkena gaya tekan, tarik dan geser. Hasilnya, sistem sambungannya akan semakin merekat dengan bertambahnya jenis dan arah gaya.

Faiz pun menjelaskan alasan dibalik pengaplikasiannya untuk sistem sambungan. ”Å“Sistem sambungan adalah hal yang paling penting dalam sebuah bangunan. Semua material dapat terakit menjadi sebuah bangunan utuh karena sistem sambungan,” ujarnya. Yang menarik dari sebuah struktur bangunan ialah detail masing-masing yang berbeda sesuai material dan beban yang ditanggung. Sebagian dari sistem sambungan ada yang dipatenkan karena memiliki konfigurasi yang detail dan khusus.

G-Feet diharapkan dapat menjadi solusi sistem sambungan yang mudah digunakan, sehingga mengurangi energi yang terbuang sia-sia akibat proses konstruksi yang lama.  Hal ini mengacu pada konsep green yang meliputi: berkelanjutan (sustainable), efisien (efficient) dan sehat (healthy). G-Feet mengacu kepada poin sustainable danefficient.

”G-Feet juga berpotensi menjadi sebuah solusi dalam meminimalisir kerusakan akibat gempa bumi,” ujar Faiz. Gempa bumi rata-rata diakibatkan oleh rusaknya sistem sambungan, jika jenis dan mutu material pada bangunan diabaikan.

Faiz tak lupa menyebutkan contoh yaitu melalui modifikasi sistem sambungan pasak. ”Sistem sambungan tradisional dengan pasak lama-lama akan menjadi aus karena sering bergeser saat terjadi gempa berulang-ulang,” tuturnya. Sticky brushesnya dapat dilapiskan pada komposit atau pada bidang yang disambung. Pada lain percobaan, modifikasi sistem sambungan bracing akan meningkat kekuatannya. Selain itu juga dapat diaplikasikan pada struktur lengkung dan tangga gantung pada rumah.

Penelitian tentang sistem sambungan G-feet ini difokuskan pada sticky brushes yang berfungsi sebagai sistem pengunci (locking system) dengan menggunakan bahan hook dan loop yang beredar di pasaran. Hal ini disebabkan karena karakteristiknya yang mirip dengan cara kerja kaki tokek.

Tak berhenti sampai di sini saja, tim ini pun memasukkan karyanya di jurnal Senvar ke-12 di Universitas Brawijaya pada November mendatang. Karya tersebut berjudul ”Gecko Feet (G-Feet) Reversible Structural Joint System and Its Application on Indonesian Vernacular Architecture Tectonics”.

”Masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain yang akan muncul ketika kita menambahkan variabel baru. Penelitian ini hanya terbatas pada uji material hook dan loop,” papar Faiz. Apabila dikombinasikan dengan kemiringan sudut tertentu serta dengan dimensi hook dan loop yang lebih kecil dari 1.67 mm, tentunya akan didapatkan sticky brushes yangmemiliki kemampuan menahan beban lebih tinggi.

Saat pra pelaksanaan dan pelaksanaan Pimnas, tak berarti jalan mereka mulus-mulus saja.  Begitu banyak rentetan kejadian tidak disangka-sangka. Berkali-kali melakukan revisi slide presentasi, salah menaruh file untuk presentasi, ditinggal oleh tim lainnya, dan lain-lain. Namun, siapa sangka musibah-musibah itu berbuah hadiah. Saat malam pengumuman tiba, tim ini didapuk menjadi juara pertama kategori PKM-Penelitian 1 dan membawa pulang maskot Pimnas berbentuk ayam jantan dan uang senilai 2,5 juta.

Penelitian lima mahasiswa Arsitektur ini dapat dijadikan pembelajaran terhadap alam, bahwa sistem struktur bangunan ternyata bias juga terinspirasi oleh makhluk di sekitar kita.

Berita Terkait