ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
28 Juli 2011, 10:07

Semnas Pascasarjana, Bahas Energi Terbarukan

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Ir Mochammad Sofyan memang sengaja didatangkan dalam Seminar Nasional Pascasarjana XI ITS (27/7). Dalam  kesempatan tersebut Sofyan didapuk untuk memaparkan Konsep dan Implemantasi Teknologi Ramah Linkungan sebagai Penunjang Perkembangan Industri di Indonesia.

Secara gamblang, Sofyan membuka pola kinerja PT PLN Persero serta rencana sepuluh tahun mendatang. Ia menyebutkan bahwa pengembangan energi baru terbarukan seperti biomass, geothermal, nuklir, dan sumber daya angin ternyata masih dihadang banyak tantangan.

Sofyan memberi contoh dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Geotermal (PLTG). Tantangan terbesar  justru berasal dari pemerintah. ”Energi geothermal kebanyakan berada di kawasan lindung. Dan perijinan untuk pembebasan lahan dari pemerintah yang justru membuat frustasi,” komentar Sofyan.

Ia menyebutkan, paling cepat pengurusan perijinan penetapan lokasi tersebut bisa memakan waktu dua sampai tiga tahun. Hal ini disebabkan adanya undang-undang yang menyebutkan bahwa geothermal merupakan bahan tambang. Sehingga, segala bentuk eksplorasi dan ekspoitasi harus melalui prosedural pemerintah dengan jelas.

Selain itu, Sofyan juga menjelaskan bahwa pengembangan energi baru terbarukan dalam suplai listrik nasional masih berresiko kegagalan yang cukup tinggi. Dalam satu tempat PLTG misalnya, dibutuhkan tiga titik pengeboran. Dimana dana yang dibutuhkan untuk satu titik ekspolorasi bisa mencapai 70 milyar rupiah. ”Belum lagi tingkat keberhasilnya hanya 50%,” jelas Sofyan.

Oleh karena itu, Sofyan mengharapkan agar kelak pemerintah bisa memberikan jaminan pada sektor swasta dalam pengembangan energi  terbarukan. Apabila semakin banyak yang turut menjadi pelaku, perkembangan sektor industri pun bisa berjalan dengan lancar. Sofyan pun menambahkan bahwa peran pendidikan tinggi sebagai penelur gagasan cukup vital.

Perkenalkan Inovasi Teknologi DG Solar Sel
Menanggapi hal tersebut, maka dalam sesi kedua, Ketua Jurusan Teknik Elektro, Prof Dr Ir Mohammad Ashari MEng memberi paparan tentang peran pendidikan tinggi dalam menghadapi persoalan renewable energi.

Ashari sepakat dengan Sofyan bahwa Pendidikan Tinggi memang bertugas untuk menentukan invensi. Sedangkan untuk implementasinya, bagiannya sudah beralih pada instansi-instansi pemerintah, termasuk PT PLN Persero.

”Meski Pendidikan Tinggi hanya sebagai invensi, tapi sangat perlu dukungan dari pemerintah,” kata Ashari. Misalnya, ia melanjutkan, pemerintah memberikan rintisan kerjasama yang bisa memberikan program beasiswa. ”Sehingga orang-orang daerah yang ingin berkembang pun bisa mengambil program beasiswa itu,” tambah Ashari.

Ashari pun lalu menunjukkan salah satu bentuk invensi bebentuk topik yang dikerjakan di Laboratorium Konservasi Energi Teknik Elektro ITS. Topik itu mengenai Digital Genetator (DG), sebuah alat yang dipasangkan dengan rangkaian sumber energi solar sel dan kemudian secara paralel dihubungkan dengan sumber listrik PLN. ”Dengan DG, maka solar sel bisa mendapatkan daya maksimum,” terang Ashari.

Seperti katanya tadi, implementasi itu bukan pengimplementasi. Dalam paparannya, Ashari juga menunjukkan gambaran perumahan masa depan yang semua atapnya tak lagi dihiasi oleng genteng saja, tetapi memiliki solar sel.

Menariknya, dengan DG tersebut masyarakat tak hanya bisa membeli listrik saja dari PLN. Akan tetapi, di siang hari masyarakat justru bisa memproduksi listrik sendiri dan menjual listrik kepada PLN. ”PLN senang karena terbantu dalam penyediaan energi listrik, dan negara pun senang,” paparnya didepan puluhan mahasiswa Pascasarjana yang hadir. (fz/niv)

Berita Terkait