Indi, panggilan akrabnya memang diterima di ITS lewat jalur Program Kemitraan dan Mandiri (PKM). Namun, jangan salah, tak sepeserpun uang yang dia keluarkan untuk daftar ulang hari ini, Selasa (12/7). Pasalnya, meski dari PKM, ia diterima Bidik Misi. Seharusnya, mahasiswa yang diterima dari jalur ini harus membayar uang masuk puluhan juta rupiah.
Sepintas memang terlihat aneh. PKM kok Bidik Misi. Tetapi, Indi dirasa cukup pantas menerimanya. Ini dibuktikan dengan hasil tim verifikasi Bidik Misi ITS yang meloloskannya.
Perjuangan Indi bermula saat ia tidak lolos SNMPTN. Tidak putus asa, alumni SMAN 10 Surabaya ini, terus mencari informasi jalur apa yang bisa ditempuh dengan biaya yang tidak mahal. Saat itulah ia mengetahui ITS membuka jalur Bidik Misi di PKM. "Awalnya saya tidak percaya. Tapi, ya memang begitu kenyataannya," terangnya.
Untuk memastikan, Indi pun bertanya ke panitia Bidik Misi via e-mail. Dari sini, ia diarahkan untuk bertanya lansung ke pihak ITS.
Berbekal sedikit informasi itu, Indi nekat pergi ke ITS. Tujuannya hanya ingin mendapatkan informasi yang lebih jelas. "Awalnya tanya resepsionis. Lalu saya diarahkan ke PR I," katanya.
Lebih lanjut, ia menceritakan sempat berdebat dengan Prof Ir Arif Djunaidy MSc PhD, selaku PR I mengenai jalur masuk ini. "Saya tetap bersikeras. Karena saya yakin tidak salah baca kalau ITS menerima Bidik Misi lewat PKM," tandasnya. Ia pun menunjukkan bukti emailnya ke panitia Bidik Misi pusat.
Tak cukup hanya itu, mental Indi juga diuji. Ketidaklolosan Indi dalam SNMPTN tulis menjadi beban yang menyudutkannya. "Saya sempat down. Tapi saya tetap mencoba meyakinkan, kalau saya bisa," terangnya.
Setelah berdebat panjang, PR I pun memberi kesempatan. Sejenak Indi dipersilakan menunggu. "Waktu itu Pak Arif menelpon seseorang. Tapi saya tidak tahu siapa," katanya.
Ia pun sempat mendapat ujian lain berkenaan dengan kesalahan namanya. "Nama saya Indi. Tapi di list pendaftaran jadi Nindi. Ini juga yang membuat saya tidak lolos," ujarnya. Ia pun diberi waktu untuk menunjukkan surat keterangan dari sekolah.
"Hampir satu hari saya di sekolah mengurus surat itu," ceritanya. Esoknya ia kembali lagi ke Rektorat. Hasilnya, ia direkomendasikan untuk tetap mengikuti alur normal pendaftaran PKM. Mulai dari membeli pin seharga Rp 500 ribu hingga online. "Saya disuruh mengisi SPI minimum. Kata Pak Arif, jika keterima akan bebas," imbuhnya.
Untuk menyelesaikan keseluruhan proses tersebut, ia memakan waktu empat hari. Perjuangan tersebut, kini terbayar dengan tercatat namanya sebagai mahasiswa Jurusan Statistika ITS.
"Saya tahu tadi malam. Senang banget lihat anak saya diterima," terang Pantjarindang Russiyantini, ibu dari Indi yang sehari-hari bekerja sebagai sopir antar jemput ini.
Langkah Indi pun belum sepenuhnya lancar. Saat daftra ulang, Indi harus berhadapan dengan tim verifikasi ITS. Selama lebih dari satu jam diwawancarai, Indi pun boleh bernapas lega. Akhirnya, ia resmi diterima di ITS. "Pertanyaannya detail mulai dari penghasilan hingga seluk beluk rumah," tutup Indi yang telah menjadi yatim ini. (ran/bah)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan terhadap riset energi bersih, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menerima kunjungan
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung