Setelah sukses dengan seminar bertajuk Arsitektur dalam Perspektif Kehidupan Manusia bersama Marco Wijayakusuma dan Workshop Kamera Lubang Jarum pada pagi harinya, rentetan acara Studio Rakyat pun dilanjutkan dengan D’DEST sore harinya. Profesor senior ITS, Prof Johan Silas memulai sesi diskusi dengan mengangkat topik City Uplight: Eksotisme Lampu-Lampu Kota Surabaya Malam Hari.
Dalam diskusi tersebut, Silas, yang juga guru besar Jurusan Arsitektur ITS memaparkan bahwa Surabaya merupakan satu-satunya kota yang memiliki urban farming (pertanian di kota, red). Keragaman ini merupakan kekayaan kota ini. Selain itu, dalam diskusinya Silas juga mengemukakan beberapa program-program pemerintah kota, seperti Festival Pasar Surabaya, Program Kampung Unggulan, pembangunan taman-taman kota, dan lain-lain.
”Kalau Jakarta memakai busway, maka Surabaya akan memakai tramway,” ungkap Silas. Hal tersebut berkenaan dengan pertanyaan dari penanya tentang transportasi Surabaya ke depannya.
Selain diskusi ini, para peserta juga dapat melihat-lihat ke sekeliling kompleks Tugu Pahlawan. Hal ini dikarenan terdapat pameran karya-karya mahasiswa, baik seni instalasi, tugas besar, maupun tugas akhir. Selain itu juga terdapat pameran karya peserta lomba fotografi serta pameran redesain Pos Polisi Sthapati Peduli Negeri 2011.
Tak mau kalah dengan seniornya, Defry Agatha Ardianta ST MT dan Endy Yudho Prasetyo ST MT selaku dosen muda Jurusan Arsitektur ITS mengadakan diskusi bertajuk Green Architecture Must Die.
Defry dan Endy mengawali acara dengan sekian banyak slide berupa prolog tentang green erchitecture. Bila disimpulkan, green grchitecture adalah sebuah pendekatan desain yang tidak menimbulkan dampak buruk atau membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan. Arsitek atau desainer yang "green" mencoba untuk melindungi serta menjaga udara, air, bumi dengan menggunakan material bangunan yang eco-friendly (ramah lingkungan) dan praktek konstruksinya.
Endy mengawalinya dengan menunjukkan slide bergambar sebuah rumah kecil, berdinding dan beratap rumput. Dalam pemaparannya, Endy menjelaskan bahwa konsep green architecture saat ini sudah banyak digunakan oleh berbagai pihak untuk ‘menjual’ desainnya.
Lebih lanjut, Endy menekankan, konsep ini sebenarnya tidak sekedar rumah atau gedung berwarna hijau. "Green architecture meminimalisasi dampak yang merugikan dengan pendekatan alam," ujarnya.
Di akhir presentasinya, Endy dengan mantap menyimpulkan bahwa konsep green architecture adalah sebuah keharusan. "Karena merupakan sebuah keharusan, green architectur must die!" ujarnya.
Sebagai diskusi yang kali pertama digelar oleh Jurusan Arsitektur, banyak peserta yang terinspirasi dari acara ini. "Topik-topik D’Dest tadi sangat menarik. Ternyata isinya lebih bagus lagi, membuka wawasan saya tentang sisi lain dunia arsitektur. Sayangnya yang datang kebanyakan orang Arsitektur ITS saja," pungkas Rahma Sakinah, salah seorang peserta yang juga mahasiswi Arsitektur ITS. (ers/hoe)
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
Nganjuk, ITS News — Tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil membangun dan mengimplementasikan Kumbung
Kampus ITS, ITS News – Transparansi informasi merupakan hal yang krusial dalam keberlanjutan sebuah institusi. Berangkat dari inisiasi tersebut,