ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
03 Juni 2011, 22:06

Marco: Arsitektur Kemanusiaan, Bukan Megah-Megahan

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

”Saya sepakat dengan judul Studio Rakyat ini. Karena rata-rata arsitektur dijual kepada para pemilik saham,” ujar M Faqih mengawali seminar saat menjadi moderator. Hal ini Faqih sampaikan karena jarang sekali ada arsitek yang bersedia memikirkan rumah-rumah kecil di perkampungan yang ada di Indonesia.

Kemudian Marco, sebagai pemateri mulai menjelaskan materinya. Marco menjelaskan bahwa apa yang dipelajari oleh mahasiswa di perguruan tinggi biasanya jauh dari apa yang diperlukan masyarakat. Masyarakat memerlukan yang sederhana tetapi banyak mahasiswa belajar yang rumit untuk membuat gedung-gedung besar yang indah. ”Alangkah jarangnya kita mempelajari ruangan-ruangan kecil. Padahal itulah yang dibutuhkan oleh sebagian masyarakat kita,” tutur Marco.

Marco menjelaskan sekitar 78% kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi untuk ruangan-ruangan kecil. Kemudian pria yang merupakan praktisi arsitek ini bercerita tentang kemungkinan-kemungkinan yang telah dan akan dihadapi peradaban manusia terkait arsitektur.
 
Mantan Ketua Dewan Kesenian Jakarta ini menceritakan tentang Urbanisasi gelombang I yang terjadi pada tahun 1750-1950, penduduk kota bertambah 200 juta jiwa. Keadaan saat itu mudah diatasi. Namun dalam waktu lima puluh tahun kemudian, yakni 1950-2030 akan terjadi Urbanisasi Gelombang II. Saat itu penduduk kota bertambah sebanyak 3 Milyar jiwa. Tentu saja hal ini menjadi masalah. ”Pemakaian sumber daya alam akan berpengaruh besar pada lingkungan,” tuturnya.

Pria yang pernah membantu pembangunan rumah-rumah di Aceh pasca tsunami tersebut mengatakan bahwa untuk mengantisipasi hal tersebut, perlu dilakukan penggantian bahan dalam pembuatan arsitektur. Bukan hanya mengurangi pemakaian. ”Kalau hanya dikurangi, sama saja kita tetap memakai. Padahal pertumbuhan sumber daya manusianya meningkat pesat. Hal ini tidak seimbang,” ungkap Marco.

Marco juga mengatakan bahwa dalam hal arsitektur, tidak bias dilepaskan dari unsur sains. Dalam hal ini yang dimaksud kali ini adalah ilmu Fisika Bangunan. ”Kita harus tahu dengan kemiringan atap sekian, laju aliran anginnya segini. Kita juga perlu mengukur perbedaan temperaturnya,” terangnya dengan semangat.

Hal ini nantinya akan dikaitkan dengan tidak perlunya menggunakan AC pada rumah-rumah sederhana. Dengan rancang bangun yang tepat dan memperhatikan gejala fisis alam, tanpa AC pun udara di adalam rumah dapat menjadi terasa sejuk. Karena itu dapat menghemat listrik. ” Karena AC cukup banyak berperan dalam pemakaian listrik,” jelasnya.

Selanjutnya, Marco mengingatkan kepada peserta seminar agar tidak melupakan kebutuhan masyarakat. Mereka memerlukan arsitektur yang sederhana, bukan megah-megahan. ”Arsitektur untuk kemanusiaan ya yang bisa dipakai oleh banyak masyarakat,” pungkasnya.

Gelar Workshop Kamera Lubang Jarum
Sementara itu, di hari yang sama juga, salah satu sub kegiatan Studio Rakyat 2011 juga digelar yakni Workshop Kamera Lubang Jarum. Workshop ini dilatarbelakangi semakin bertambah baiknya citra kamera digital yang canggih dan terlihat keren. ”Supaya tidak lupa asal-usul kamera yang pertama gimana,” ungkap Diah Kusumaningrum, koordinator sub kegiatan ini.

Workshop ini mempelajari bagaimana mengabadikan gambar dari peralatan sederhana  seperti kaleng bekas rokok tanpa menggunakan alat elektronik. Oleh karena itu, kamera ini tidak berbiaya tinggi. Peralatan yang diperlukan adalah jarum jahit, aluminium, cairan khusus, kaleng rokok atau kotak dari kardus, dan tempat yang gelap. (nir/hoe)

Berita Terkait