Salah satu kelompok itu adalah para petani. Mereka mendapat julukan petani-petani ITS. Memang tak banyak yang mengetahui keberadaan mereka di kampus perjuangan ini. Tapi faktanya, keberadaan mereka jauh lebih lama dibandingkan dengan angkatan tertua yang sedang kuliah saat ini.
Jumlahnya banyak. Tak hanya satu dua orang, tetapi lebih dari dua puluh orang. Biasanya mereka adalah satu keluarga. Meski begitu mereka tidak saling berebut tempat. ”Sudah punya bagian sendiri-sendiri,” terang Sri, salah satu petani.
Mereka bukan orang baru di ITS. Sebagian telah menghabiskan puluhan tahun untuk menggarap lahan-lahan kosong ITS. ”Daripada tidak dimanfaatkan,” tutur Rahayu, seorang paruh baya yang lebih akrab dengan panggilan Mbok. Ia pun menegaskan jika ada juga yang ternyata sedang mewarisi apa yang telah dilakukan oleh keluarganya terdahulu.
Mbok Rahayu sendiri mengaku ikut terlibat langsung dalam pembukaan lahan-lahan ITS. Dia bersama almarhum suaminya, Waras datang dari Lamongan hampir lebih dari dua puluh tahun lalu. ”Dulu ITS ini rawa-rawa, Mbak, ” ungkapnya. Maka tak heran, Mbok Rahayu telah menjadi sahabat dari beberapa mahasiswa ITS. Apalagi mahasiswa yang sedang mengerjakan Tugas Akhir berupa penelitian tanaman.
Keberadaan mereka tersebar di berbagai kawasan di ITS. Seperti lahan luas di belakang Fasilitas Olahraga (Fasor), kawasan asrama ITS, di sekitar Taman alumni hingga di kawasan Blok U. Kegiatan mereka tidak hanya bertani, ada juga yang bertambak.
Meski demikian, mereka menyadari jika tanah yang mereka garap sepenuhnya milik ITS. Menurutnya Sri, awalnya lahan ITS adalah milik warga Gebang dan Keputih. Kemudian, seiring berkembangnya ITS tanah-tanah tersebut dibeli oleh ITS. Ia pun mengungkapkan jika para petani tersebut telah mendapatkan ijin mengolah lahan dari pihak ITS. ”Bahkan, kami sempat diminta KTP untuk di data,” aku ibu satu anak ini.
Walau memanfaatkan lahan ITS, baik Sri maupun Mbok Rahayu membantah jika ITS meminta bagian dari apa yang mereka hasilkan. ”Isu itu memang ada. Tapi tidak terlaksana hingga detik ini,” jelas Mbok Rahayu. Mereka pun berterima kasih kepada pihak ITS atas pengertian yang diberikan.
Ketika ditanya tentang rencana pengembangan ITS ke depan, keduanya mengaku tidak mengetahui informasi apapun. Keduanya mengaku pasrah dan akan mengikuti semua rencana ITS. ”Wong, iki lahane ITS . Manut ITS wae,” ujar Mbok Rahayu.
Hanya satu harapan mereka jika nantinya pembangunan gedung-gedung merambah lahan kehidupan mereka. ”Kami jangan diminta ganti rugi,” katanya. Harapan yang sama juga diungkapkan oleh Sri.
Sri mengaku jika penghasilan dari menggarap lahan ini tidak tentu. ”Kadang dapat untung, kadang justru rugi banyak,” terangnya. Lain lagi dengan Mbok Rahayu. Ia menuturkan jika hasil bertani hanya cukup untuk makan. Sedangkan tambak yang dikelolanya lebih sering tidak menghasilkan. Alasannya berulang kali ikan yang ditebar mati atau hilang.
Keduanya bersama puluhan petani lain tetap berharapmereka masih mendapatkan ijin menggarap lahan-lahan kosong di ITS. ”Daripada dibiarkan tak terawat lebih baik kami garap. Supaya kami tetap mendapat penghasilan,” pungkas Sri. (ran/bah)
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
Nganjuk, ITS News — Tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil membangun dan mengimplementasikan Kumbung
Kampus ITS, ITS News – Transparansi informasi merupakan hal yang krusial dalam keberlanjutan sebuah institusi. Berangkat dari inisiasi tersebut,