Sebagai anggota Dewan Pakar Pendidikan Jawa Timur, Daniel dapat bercerita mengenai pendidikan masa kini dari berbagai sisi. Meskipun ia sendiri seorang pendidik, ia juga tak segan-segan mengungkapkan berbagai pendapatnya.
Salah satunya mengenai perguruan tinggi sendiri. Menurut Daniel, semakin tinggi pendidikan malah membuat seseorang terlalu nyaman dan mapan. Mahasiswa menjadi kurang produktif.
”Apakah kalian aktif menuliskan pengalaman belajar kalian selama kuliah?” tanyanya kepada para peserta kajian. Bahkan, ia menambahkan, mahasiswa tak gemar membaca. Tanpa gemar membaca, mereka tak akan bisa menulis.
Padahal, tugas seorang scholar (pembelajar) mengikuti sebuah siklus. Yaitu mengalami belajar (mengalami sesuatu), membaca (menambah pengetahuan mengenai pengalaman tersebut), lalu menulis mengenainya.
Keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor. Bukan hanya dari perguruan tinggi sendiri, namun juga dari pendidikan di Indonesia secara keseluruhan. Di antaranya adalah pendidikan yang kurang bisa memenuhi kebutuhan pelajarnya. Semua ilmu disamakan, netral bahkan terhadap gender.
Selain itu, pendidikan banyak lebih didominasi oleh reputasi. Kompetisi dengan cara-cara yang kurang sehat antara satu institusi dengan institusi lainnya. Mereka berlomba untuk menjadi yang terbaik, untuk mendapatkan murid-murid yang terbaik pula. ”Kalau semua murid sama pintarnya, bagaimana mereka bisa saling belajar mengenai toleransi dan kerjasama?” pungkas Daniel.
Toleransi dan kerjasama hanyalah beberapa dari nilai-nilai moral yang diabaikan oleh pendidikan formal. Kejujuran, keberanian dan kemandirian adalah nilai-nilai penting lainnya. Semua ini berpotensi untuk lebih berdampak pada kehidupan daripada kompetensi yang dites oleh ujian nasional.
Guru besar Fakultas Teknologi Kelautan ini mengatakan bahwa hal-hal tersebut dapat ditangani oleh mahasiswa. Antara lain, memperluas pengalaman belajar mereka. ”Kalau ada kesempatan untuk bekerja parttime, lakukanlah. Jangan memperbesar perbedaan antara kahidupan di kampus dengan dunia nyata,” ujarnya bernasehat.
Dalam diskusi tersebut sempat pula disinggung mengenai RUU Pendidikan Perguruan Tinggi yang baru-baru ini digagas. Ada pertanyaan dari mahasiswa mengenai apakah rancangan undang-undang tersebut berpotensi menjadi semacam Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) gaya baru.
Daniel mengatakan, bahwa hal tersebut sangat mungkin. Menurutnya, ada upaya untuk lebih mengurangi kekritisan mahasiswa di kampus yang beberapa tahun terakhir sudah terdegradasi. ”Seharusnya, perguruan tinggi adalah lembaga yang independen, mahasiswa dan dosen sama-sama kritis terhadap berbagai perkembangan yang ada,” tuturnya. (lis/hoe)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan terhadap riset energi bersih, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menerima kunjungan
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung