Meskipun tanpa subtitle Bahasa Indonesia, pemutaran film Mr. Holland’s Opus besutan Stephen Herek tahun 1995 tersebut disambut antusias oleh penonton. Sesekali penonton tertawa melihat kekocakan adegannya, namun sesekali juga tersentuh saat ada adegan yang menyayat hati.
Film tersebut mengisahkan kehidupan Holland, seorang guru musik sebuah sekolah menengah di Amerika. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang tuli sejak lahir. Masa-masanya saat mengajar menjadi guru musik dipenuhi berbagai macam masalah.
Di akhir masa mengajarnya, para murid-murid sekolah tersebut menggelar perpisahan dengan menghadirkan anak-anak kelas yang dulu ia ajar, yang notabene sudah berubah menjadi tua.
Mr. Holland yang disiplin dan sedikit keras tersebut sangat dicintai murid-muridnya. Saat mengajarkan bermain musik, ia berkata pada siswa-siswinya untuk bermain musik dengan menggunakan perasaan, sehingga mudah dimainkan dan enak didengar.
Film tersebut kental dengan nuansa Amerika. Di beberapa adegan menjelaskan kematian John Lennon. Kematian seorang murid penabuh drum karena mengikuti militer untuk Perang Vietnam.
Di akhir pemutaran film, Emily membuka sesi diskusi dan tanya jawab. Penonton boleh menanyakan apa saja kepadanya. Namun sebelum itu, ia memaparkan sekilas tentang pendidikan dan tentang menjadi guru, ”Bukan hanya sekedar jawaban yang benar, namun bagaimana caranya mendapatkan jawaban yang benar tersebut,” ujarnya mantap.
Pendek kata, hasil tidak sepenting proses. Itulah inti dari edukasi yang sebenarnya.Hingga ada salah satu peserta yang bertanya seputar cara memperoleh beasiswa ke Amerika. ”Sangat banyak beasiswa studi ke Amerika, apalagi Bahasa Inggris kalian baik, pasti mudah untuk mendapatkannya,” ujar Emily.
”Agama tak menghalangi kepentinganmu di Amerika, karena Amerika menghargai kebebasan beragama,” ujarnya meyakinkan.
Walaupun Emily dapat berbicara dalam Bahasa Indonesia, namun dalam percakapan ia selalu menggunakan Bahasa Inggris agar penonton terpacu dalam berlatih Bahasa Inggris. Ia pun sempat memberitahukan ke mana ia dapat dikontak lebih lanjut, yaitu melalui website dan Facebook.
Pemutaran film secara berkala ini merupakan layanan gratis dari Kedutaan Besar Amerika Serikat di Surabaya. Drs Fuad Cholisi M Sc Phil, ketua UPT Bahasa mengungkapkan, sebenarnya acara ini adalah acara rutin tiap bulannya. Namun sejak pergantian jabatan Konjen, kontrak kerja mulai kendur dan sekarang dimulai kembali. Fuad pun berharap kegiatan ini dapat membuka hubungan baik terhadap Amerika, mengenalkan budaya Amerika, serta memotivasi siswa dalam berbahasa Inggris.
Peserta yang hadir tak kurang dari 50 orang, namun semakin sore semakin banyak yang meninggalkan tempat. Menariknya, ada seorang anak yang masih kecil, siswa UPT Bahasa, yang menghadiri acara tersebut dari awal hingga akhir.
”Filmnya menyentuh dan menginspirasi,” tutur Rukhsotul Izalah, mahasiswa Desain Produk ITS yang sempat ditemui menitikkan air mata saat menyaksikan film tersebut. (ers/hoe)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan terhadap riset energi bersih, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menerima kunjungan
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung