ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
24 April 2011, 10:04

Triyogi: Pemimpin Harus Ikhlas dan Tanggung Jawab

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Sejak kecil, pria yang kerap disapa Triyogi memang dikenal percaya diri. Tak heran, ia selalu ditunjuk sebagai pemimpin di berbagai hal. Misalnya saja, saat belajar di bangku Sekolah Dasar (SD), hampir enam tahun ia selalu menjadi ketua kelas.

”Teman-teman jarang mau jadi ketua kelas,” kenangnya sembari tersenyum. Ia mengakui, menjadi ketua kelas memang menuai kisah-kisah yang menyenangkan. Mulai dari mengkoordinir piket hingga memimpin baris-berbaris.

Namun, satu hal yang ia pahami. Menjadi ketua kelas tentunya memiliki tanggung jawab lebih besar dibanding siswa lain. Ketika papan tulis atau lantai belum bersih, pasti ketua kelas yang mau tak mau harus memenuhi panggilan guru. ”Ini resiko. Tapi, harus dijalani dengan ikhlas,” ungkap koordinator bidang studi konversi energi jurusan Teknik Mesin ini.

Kenangan lain yang masih membuatnya bangga adalah menjadi komandan upacara. Meski pindah sekolah, ia tetap saja ditunjuk sebagai komandan upacara. ”Padahal menjadi komandan upacara itu giliran,” ungkap pria yang masih menjabat sebagai kepala laboratorium Mekanika Fluida & Mesin Fluida.

Masa belajar di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) pun dilalui dengan hal-hal yang serupa. Menjadi ketua kelas tetap dilakoninya dengan senang hati. Bahkan, ia sempat mengemban amanah sebagai ketua OSIS saat SMA. ”Saya belajar banyak hal,” ujarnya sembari tersenyum lagi.

Sebenarnya, pembelajaran rasa tanggung jawab ini sudah didapat dari keluarganya. Sebagai keluarga besar dengan tujuh bersaudara, sang ayah selalu menerapkan bentuk tanggung jawab melalui pembagian tugas. Jika anak pertama bertugas membersihkan halaman, sebagai anak ketiga, ia bertugas membersihkan bagian dalam rumah. ”Intinya, boleh bermain sepuasnya asal tugas selesai,” terangnya.

Selain dikenal tanggung jawab, sosok Triyogi juga dikenal sebagai salah satu siswa yang berprestasi. Posisi lima besar di kelas acapkali diraihnya. Bahkan, ia sudah mulai mengajar privat sejak SMP. Hal itu memang didapat dari sang ayah. Pasalnya, ayah pria kelahiran 29 Januari 1960 ini berprofesi sebagai seorang guru. Seringkali, sang ayah meminta Triyogi mengajar murid privatnya. ”Saya jadi benar-benar suka mengajar,” ujarnya.

Namun, ketika ditanya mengenai cita-cita, ia mengaku menjadi guru bukan pilihannya. Sejak SD, hatinya mantap berangan menjadi seorang insinyur dan masuk jurusan Teknik Mesin. ”Saya terobsesi teman ayah dan kakak,” ungkap Triyogi lagi. Ia memang tertarik dengan gambar-gambar mesin.

Setelah lulus studi sarjana, lulusan magister Institut National Polytechnique de Grenoble (INPG) Prancis ini mengungkap keinginannya bekerja di perusahaan. Dengan kata lain, ia seakan ingin menolak menjadi dosen. Namun, hal itu diurungkannya. “Ternyata tidak bisa lepas dari dunia pendidikan,” ungkapnya.

Baginya, menjadi dosen sama halnya merasakan masa muda kembali. Ia memang senang bersenda gurau dengan mahasiswa. Saat ini, ia ingin bisa terus meneliti dan mengajar. Sekitar 54 publikasi ilmiah sudah dihasilkannya.

Mengenai jabatan sebagai ketua jurusan Teknik Mesin dan rektor, ia mengaku tak pernah terlintas dalam benaknya. ”Itu bukan cita-cita melainkan bentuk pengabdian,” ungkapnya tegas. Ia memang merasa ikhlas terpanggil mengabdi untuk almamater ITS. Poin penting yang selalu ia tekankan pada pribadinya memang tak jauh dari dua kata, yakni tanggung jawab dan ikhlas.

Pria asal kota Tulungagung ini juga berharap, ITS bisa bisa menjadi lebih baik di berbagai bidang. Bahkan, banyak program kerja telah dipersiapkan secara khusus bagi ITS. Terlebih lagi, ia ingin bisa menularkan kebiasaannya bersepeda sebagai salah satu misi kampus ramah lingkungan. (esy/nrf)

Berita Terkait