Sesuai temanya, acara tersebut membahas upaya untuk mendisiplinkan masyarakat Surabaya dalam menangani masalah sampah kota. Salah satunya adalah upaya pengelolaan sampah mandiri.
Program tersebut dicanangkan oleh Pemerintah Kota Surabaya pada tahun 2005 atas gagasan dari Lembaga Latihan Swasta Bangun Pertiwi. Direkturnya, Sri Endah Nurhayati menjadi moderator acara tersebut.
Acara tersebut sejatinya turut mengundang kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Surabaya, Hidayat Syah MT. Namun Hidayat berhalangan hadir sehingga digantikan oleh Kepala bidang Tata Usaha (TU) DKP Surabaya, Aditya Wasita.
Menurut Aditya, program pengelolaan sampah mandiri tersebut telah berkembang di sekitar 1000 kawasan di Surabaya. â€Program ini juga menjadi lanjutan dari ajang Green and Clean Surabaya,†lanjut pria berkaca mata ini.
Dalam pelaksanaannya, terdapat 174 orang ’kader’ atau pelatih yang telah di-training khusus oleh pemkot. Mereka dibantu oleh 402 pendamping yang dijaring melalui sebuah sistem ’MLM’. Tugas mereka adalah membantu dan memotivasi masyarakat dalam mengelola sampah mereka.
Penjelasannya tersebut mendapat banyak tanggapan dari peserta. Salah satunya adalah pemuka masyarakat H M Abu Bakar Al-Ubaidah. Ia merupakan perwakilan dari Lembaga Kelurahan Masyarakat daerah Dupak. Menurutnya, masyarakat di kelurahannya telah kehilangan semangat dalam menjalankan program tersebut. â€Alat-alat yang dulu digunakan, sekarang banyak yang mangkrak,†ucapnya lugas.
Beberapa masyarakat lain juga mengeluhkan hal serupa. Ada yang berpendapat bahwa program tersebut malah membuat masyarakat semakin manja. Ini karena pengelolaan sampah di beberapa rumah tangga berhenti pada pemilahan sampah.
Setelahnya, sampah dikumpulkan oleh pengepul yang merupakan kader program tersebut. Sementara itu, DKP Surabaya pun masih mengumpulkan sampah dari masyarakat.
Namun, pengaturan waktu pengumpulan sampah tersebut tak terjadwal dengan baik. Sehingga ada pengepul yang harus bekerja sampai 18 jam untuk mengumpulkan sampah di kelurahannya.
Endah menegaskan, bahwa hal tersebut menjadi kendala di banyak tempat yang menjalankan program tersebut. Ada beberapa tempat yang mengatasinya dengan membuka bank sampah bagi masyarakatnya. Namun secara umum, motivasi masyarakat untuk mengelola sampah masih perlu dibina lagi.
Ternyata mengurus sampah masayarakat sebuah kota memang tidak mudah. Ini dinyatakan oleh pakar perumahan dan permukiman sekaligus guru besar Arsitektur ITS Prof Johan Silas. Ia mengatakan, memang dibutuhkan kedisiplinan masyarakat yang tinggi.
Silas mencontohkan Kyoto, kota yang pernah didiaminya selama beberapa tahun. â€Bandingkan, di kota itu, sampah hanya dipungut selama dua kali seminggu, pukul 09.00-11.00,†lanjutnya. Tak heran bila masyarakat di kota itu sangat disiplin dalam mengelola sampahnya sendiri.
Menurutnya, hal semacam inilah yang perlu diterapkan di Surabaya. â€Lewat peraturan-peraturan semacam ini, kita bisa mengubah perilaku masyarakat,†ujarnya. (lis/hoe)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan terhadap riset energi bersih, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menerima kunjungan
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung