Tim Spektronik ini berangkat ke Malaysia dengan empat anggota tim. Mereka adalah Hardiyanto Dwi PW, Arditya Wicaktama, M Averous Ali A, dan Muhammad Fauzi. Tak lupa, seorang lagi mahasiswa dari Teknik Mesin yang didaulat secara khusus untuk membantu kontrol mesin mobil.
"Sebelum berangkat, mobil sempat ada gangguan," tutur Hardi, ketua tim Spektronik ini. Anggota tim memang lebih paham pada teknologi mobilnya. Namun, untuk mesin mobil, tim masih perlu belajar lebih. Untuk itulah, mereka mengajak serta mahasiswa yang tidak lain juga anggota tim Sapu Angin.
Sembari tersenyum Hardi mengungkap, lomba di Malaysia lebih menimbulkan greget tersendiri ketimbang di Taiwan. Ajang di Taiwan memang setingkat Asia Pasifik dan diikuti beberapa negara. Lain halnya kompetisi di Malaysia di mana hanya diikuti dua negara.
"Jumlah peserta lomba lebih banyak," terangnya. Yakni, satu tim dari Indonesia dan 31 tim dari Malaysia. Sebenarnya, Singapura pun terdaftar sebagai peserta lomba. Namun, mereka batal mengirimkan perwakilan. Meski begitu, lomba yang digelar kali keenam ini dinilai tim Spektronik sebagai kompetisi hebat.
Dalam lomba tersebut, ada dua kategori penilaian, performance dan poster. Untuk kategori performance, ada dua sesi run yang harus dilakukan. First run, peserta lomba harus mampu mencapai jarak 24 meter dengan tepat disertai beban berupa 400 mililiter air. Sedangkan, second run, peserta harus mampu melampaui 23 meter dengan beban 150 mililiter air.
"Total error kami sekitar 31 persen," tambah mahasiswa angkatan 2008 itu. Error tersebut menempatkan tim Spektronik di posisi kelima. Ia menambahkan, tim yang menyabet best performance mampu menyelesaikan pertandingan dengan error sebesar 17 persen. Dalam kategori ini, penilaian memang dititikberatkan untuk poin ketepatan bergerak.
Lain lagi dengan kategori poster. Ada lima poin penilaian, yakni teknologi, unik, stopping, power source, dan aspek ekonomi. "Teknologi dari Malaysia semua sama, kita tampil beda," tuturnya. Diakui Hardi, belum ada yang tampil dengan high technology, sedang tim Spektronik justru tampil dengan mobil baru yang lebih canggih.
"Dulu mobil full elektrokimia, sekarang menggunakan engine gas bertekanan," jelasnya. Dikatakan Hardi, mobil baru ini benar-benar berbeda dengan mobil spektronik yang pertama. Dari segi berat, sekarang 10 kilogram. Harga pembuatannya pun turut fantastis, yakni Rp 12 juta. Ia menambahkan, mobil ini sudah menyerupai mobil sungguhan.
Meski dibuat lebih canggih, tim Spektronik masih belum meraih posisi teratas. Padahal, sebagian besar orang Malaysia menyatakan kekaguman dan keyakinan bahwa tim Spektronik pasti juara pertama. Hardi sendiri menyadari, persiapan tim memang masih kurang. Pasalnya, tes run baru seminggu sebelum berangkat.
Ia tak ingin timnya melakukan kesalahan yang serupa untuk lomba Chem-E-Car yang akan dihelat di Jerman, September mendatang. "Kami akan melatih kedua mobil," lanjut Hardi. Baginya, fokus melatih mobil memang pilihan tepat setelah melakukan inovasi mobil baru.
Ke depan, Hardi berharap, Teknik Kimia jadi menggelar kompetisi Chem-E-Car tingkat nasional. Namun, tetap mengundang negara lain yang memiliki ketertarikan pada bidang ini, seperti Taiwan dan Malaysia. (esy/nrf)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan terhadap riset energi bersih, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menerima kunjungan
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung