Paparan pertama disampaikan oleh Yanuar Ssi. Lulusan Biologi ITS tersebut saat ini bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang budidaya dan produksi tembakau. Dalam paparannya, Yanuar mencoba mengenalkan tentang tembakau dan jenis varietasnya. Selain itu, ia juga mencoba menjelaskan metode Good Agricultural Practices (GAP) yang telah diterapkan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Pengetahuan GAP inilah yang seringkali tidak diterapkan petani.
“Dunia ini sudah penuh dengan racun,†ungkap Yanuar mengkritisi kebiasaan petani yang menggunakan pestisida kimiawi. Menurutnya, pestisida tersebut dapat diganti dengan bahan organik yang ramah lingkungan. Sebenarnya, tambahnya, bisa juga diganti dengan ekstrak mimba.
Tak hanya pestisida, beberapa metode GAP juga dipaparkannya. Mulai dari uji varietas benih hingga cara mendapatkan hasil panen melimpah. Salah satunya dengan metode topping, yakni memotong bagian pucuk tembakau. “Saat jumlah daun mencapai 16-20 helai, bagian generatifnya dibuang agar pasokan nutrisi banyak diserap oleh organ vegetatifnya, daun,†jelas Yanuar. Begitu pentingnya aplikasi metode GAP, sampai perusahaannya menugaskan pemantau lapangan untuk memberi pelatihan langsung pada petani.
Bila Yanuar menjelaskan dari sudut pandang industri, lain halnya dengan Abhisam DM. Ketua Komunitas Kretek Indonesia ini lebih menyoroti tentang aspek ekonominya. Dia mengungkapkan bahwa kepungan kepentingan asing sangat mempengaruhi aspek sosial ekonomi bisnis tembakau saat ini. Padahal, menurut Bhisam, Indonesia memiliki produk rokok kretek yang khas. Kretek sendiri merupakan salah satu produk rokok temuan anak bangsa yang memadukan tembakau dan cengkeh.
Namun, lanjut Bisham, bisnis kretek yang telah bertahan lebih dari satu dasawarsa ini mulai tersaingi dengan produk asing, rokok filter misalnya. Parahnya, mayoritas saham produsen rokok dalam negeri telah diakusisi asing. “Padahal kretek bisa menjadi salah satu produk budaya bangsa,†ujarnya. Bisham mengaku khawatir bila kepentingan asing mampu menghancurkan ekonomi kerakyatan dari usaha tembakau.
Mukh Muryono Ssi Msi selaku dosen Biologi ITS, memberi penjelasan terkait peranan sivitas akademika dalam riset tembakau. Menurut dosen yang akrab disapa Muryono ini, terlepas dari pro kontra pelarangan merokok, seharusnya tembakau tetap menjadi sumber daya alam yang dapat diteliti lebih dalam lagi. "Tembakau tetap menjadi asset knowledge bagi sumber daya alam," jelas Muryono. Saat ini, Biologi ITS sendiri tengah mengadakan beberapa riset tentang tembakau seperti kultur jaringan.(yud/niv)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan terhadap riset energi bersih, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menerima kunjungan
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung