Keberadaan batu mulia di indonesia begitu berlimpah. Akan tetapi, banyak dari masyarakat yang tidak menyadari dan melewatkan begitu saja potensi alam Indonesia satu ini. “Seperti di Pacitan, kandungan batu mulia disana banyak sekali. Tapi masyarakatnya tidak tahu,†papar Sujatmiko.
Karenanya, Dosen ITB ini melanjutkan, masyarakat di Pacitan lebih suka menjual barang mentahnya daripada mengolahnya terlebih dahulu. Padahal, kalau masyarakat paham, keuntungan yang bisa mereka dapat mencapai seratus kali lipatnya. Bayangkan saja, bahan mentah, hanya dijual dengan harga seratus hingga seribu rupiah per kilogram.
Berbeda jika batuan tersebut diolah untuk dijadikan barang siap pakai. Misalnya saja cincin, kalung atau hiasan lain. Nilai jualnya bahkan bisa mencapai 500 juta rupiah. Seperti batuan Bacan, Emerald, Intan, Giok, maupun Zamrud.
Di Indonesia, batu mulia hampir tersebar diseluruh daerah kecuali di Jakarta. Namun, yang tersisa belakangan letaknya jauh didalam permukaan bumi. “ Batu mulia yang ada di permukaan bumi sudah habis karena diekspor ke luar negeri,†terang pria anggota Ikatan Ahli Geologi Indoenesia ini. Mungkin, yang tersisa berada di kedalam sepuluh meter di bawah permukaan bumi.
Dalam kuliah tamu yang bertemakan Eksplorasi dan Bisnis Batu Mulia tersebut, Sujatmiko juga menjelaskan bahwa batu mulia di Indonesia kebanyakan merupakan permata setengah mulia. “Kekerasannya diantara tujuh skala mohs,†terangnya. Sedangkan batu permata mulia, yaitu intan, skalanya adalah sepuluh mohs.
Walaupun begitu, hal tersebut tak mengurangi potensi pemanfaatan sekaligus peningkatan nilai jual batu mulia di Indonesia. “Bisnis batu mulia kini sangat menjanjikan,†tegasnya. Dengan modal yang tak cukup besar bisa mendatangkan keuntungan berlipat. Teknik pengolahannya pun bisa menggunakan cara tradisonal dengan menggunakan mesin ontel.
“Asal jangan sampai tertipu membeli batu yang palsu saja,†tambah Sujatmiko. Ia pun lalu member tips pada segenap mahasiswa Geofisika yang hadir agar tidak salah membedakan batu mulia yang asli dengan yang bukan. “Cukup berbekal senter dan lup, lalu lihat ke dalam batunya,†terang Sujatmiko.
Batu yang asli akan terlihat jernih dan tidak ada bulatan-bulatan udara atau bubbles. Jika terdapat bubbles menandakan batu tersebut merupakan batu obsidian yang umumnya ada pada gelas, dan bukan batu mulia asli. (fz/az)
Kampus ITS, ITS News — Isu aksesibilitas dan layanan disabilitas kini tengah telah menjadi perhatian serius di berbagai perguruan tinggi.
Kediri, ITS News — Startup StrokeGuard yang didirikan oleh mahasiswa Jurusan Inovasi Digital Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menjalin
Kampus ITS, ITS News – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dengan bangga dapat berpartisipasi dalam ekspedisi ilmiah internasional “OceanX –
Bangkalan, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus berupaya untuk mendorong pengembangan dan kemandirian ekonomi pondok pesantren.