ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
13 Februari 2011, 12:02

Sering Banjir Karena Kurang Pompa Air

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Masalah teknis ini berkaitan dengan kondisi di lapangan. Sebenarnya, tugas manusia ketika hujan turun adalah mengalirkan air hujan itu kembali ke laut. Jika dalam pengalirannya lancar, maka tidak akan banjir. Namun, jika dalam pengalirannya tersendat, maka air hujan akan mengumpul dan  terjadi banjir. “Air hujan itu kan asalnya dari laut, sudah sewajarnya kita kembalikan ke laut,” ungkap Anggraheny.

Perempuan yang juga alumni ITS ini mengatakan, secara teknis penyebab utama banjir di Surabaya adalah  fasilitas pencegah banjir seperti pompa dan pintu air kurang mampu untuk mengalirkan air hujan. Akibarnya air mengumpul dan meluber ke wilayah sekitar aliran air. “Pompa air ini sangat vital, sebenarnya banjir dapat dicegah jika pemanfaatan pompa dimaksimalkan,” imbuhnya.

Menurut Anggraheny, bila dikaluklasi berdasarkan hujan yang terjadi, maka Surabaya membutuhkan 80 pompa air untuk mengalirkan kembali seluruh air hujan ke laut. Namun saat ini, Surabaya baru mempunyai 35 pompa air. “Jumlah pompa air di Surabaya kurang, seharusnya mempunyai 80 pompa yang masing-masing berkapasitas 1.5 m3/detik untuk mengalirkan air,” jelasnya.

Anggraheny menceritakan, dirinya pernah diundang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surabaya untuk menjelaskan seberapa penting pompa air terhadap pencegahan banjir. Saat itu, ia mengatakan pompa ini fungsinya mempercepat aliran air, sehingga tidak terjadi pengumpulan air dan banjir bisa dihindari. “Memang harga pompa air mahal, selain itu perawatannya juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun kalau dihitung-hitung kerugian ketika banjir sebenarnya lebih mahal daripada harga pompa dan perawatannya,” bebernya.

Selain itu, mantan Pembantu Rektor 1 (PR 1) ITS ini menyebutkan, sebenarnya ada cara lain untuk mempercepat aliran air yaitu dengan melebarkan sungai atau tempat air mengalir. “Namun ini malah lebih sulit karena harus membebaskan lahan disekitar sungai untuk memperlebar, dan pastinya akan muncul masalah sosial dan dananya lebih besar,” terang dosen jurusan Teknik Sipil ITS ini.

Selain itu, masalah non teknis juga sangat berperan. Masalah ini berhubungan dengan perilaku masyarakat Surabaya, terutama kebiasaan membuang sampah di sungai. Anggraheny menceritakan, dirinya pernah memeriksa pompa yang tidak bisa beroperasi. “Ternyata pompa ini rusak bukan karena masalah perawatan atau kekurangan bahan bakar, namun karena ada sampah yang masuk ke pompa sehingga sistemnya rusak,” ungkapnya.

Oleh karena itu, kerjasama pemerintah dan masyarakat sangat penting untuk mencegah terjadinya banjir. Jika pemerintah sudah menyediakan fasilitas dan masyarakat sadar lingkungan, maka bukan tidak mungkin banjir di Surabaya dapat diminimalkan. “Yang penting sosilisasi ke masyarakat,” tutupnya. (rik/yud)

Berita Terkait