Dua puluh empat karya berhasil dipamerkan. Para mahasiswa semester akhir ini seolah mendapat kesempatan untuk unjuk gigi. Produk yang dihasilkan pun bermacam-macam. Ada yang merancang branding untuk kegiatan festival budaya Sidoarjo Fair, Rumah Batik Jawa Timur, tetapi ada pula yang membuat game, graphic novel serta software edukasi. “Peluang seorang desainer grafis memang sangat luas, tidak terbatas,†tutur Rahmatsyam Lakoro S Sn MT, Kepala Prodi DKV.
Dosen yang akrab disapa Ramok ini mengungkapkan bahwa faktor penting dari sebuah karya adalah riset pendahuluan yang telah dilakukan satu semester sebelumnya. Riset tersebut merupakan penjajakan mengenai lingkungan pasar target para desainer. Selain itu, potensi media yang dipilih juga diteliti. Dengan teknologi yang semakin canggih, hal ini menjadi semakin mudah.
Selain itu, eksplorasi dan inovasi media yang dilakukan oleh mahasiswa juga sangat berpengaruh terhadap hasil akhir mereka. Apalagi, kata Ramok, kuliah merupakan masa-masa emas bagi mahasiswa untuk mengeksplorasi bentuk karya mereka. Kalau sudah memasuki dunia industri nanti, tidak jarang para desainer akan ‘terjebak’ pada beberapa jenis media saja.
Salah satu mahasiswa yang memamerkan karya non-digital adalah I Made Agus Adi Ardhasastra. Mahasiswa angkatan 2005 ini memilih untuk mendesain sebuah buku yang bercerita mengenai sejarah Ogoh-Ogoh. Tradisi masyarakat Bali yang dilaksanakan pada malam sebelum perayaan Nyepi ini ditelitinya bersama dengan seorang budayawan Bali, Kadek Adhi Indrayana. Jadilah sebuah buku ber-cover hitam dengan judul Ogoh-Ogoh dengan pengarang Adhi dan Adi.
“Saya memang cenderung menyukai media cetak,†jelasnya. Ia melanjutkan, bahwa buku bisa dinikmati kapan saja dan tanpa bantuan media lain. Seperti game yang harus menggunakan perangkat sendiri, serta video yang juga memerlukan adanya sebuah perangkat visula dan player.
Selain itu, ia juga cukup prihatin melihat jumlah buku mengenai sejarah Indonesia yang diterbitkan oleh media dalam negeri. “Koleksi terbitan Periplus (Periplus Publishing Group, red) malah lebih banyak dari Gramedia,†papar Adi. Padahal, Periplus merupakan penerbit internasional, dan buku-buku yang diterbitkan berbahasa Inggris.
Pemuda yang lahir di Surabaya namun mempunyai kecintaan yang mendalam terhadap kebudayaan Hindu dan masyarakat Bali ini prihatin melihatnya. Ia sendiri berharap bahwa bukunya dapat diterbitkan oleh Gramedia atau Erlangga. Tetapi bila tidak, ia mungkin terpaksa mencari penerbit dari luar negeri, untuk menjaga kualitas desain dari bukunya tersebut.(lis/yud)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan terhadap riset energi bersih, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menerima kunjungan
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung