Setahun memang bukan waktu yang singkat dalam mengembangkan salah satu bidang favorit di ITS ini. Hampir semua elemen ITS tertarik merambah dunia bisnis. Entah itu dorongan dari orang lain ataupun dari minat pribadi. ITS pun tampil menjadi salah satu institusi yang memberikan perhatian lebih pada bidang technopreneurship.
Di awal penghujung tahun 2010, ITS memantapkan mata kuliah pangantar technopreneurship melalui workshop technopreneurship bagi para dosen pengajar mata kuliah tersebut. Workhsop ini digelar dengan menghadirkan Dr Ir Aji Hermawan MM, Direktur Program Recognition and Mentoring Program Institut Pertanian Bogor (RAMP-IPB). RAMP sendiri merupakan program pendampingan entrepreneur untuk mahasiswa.
Hal tersebut tentunya menunjukkan keseriusan ITS terhadap mata kuliah dua Satuan Kredit Semester (SKS) yang baru saja direalisasikan sebagai mata kuliah wajib. Tahun 2009, materi technopreneurship hanya bisa dinikmati mahasiswa lewat seminar dan pelatihan khusus saja. Beruntungnya, tahun 2010 mahasiswa bisa mempelajari lebih dalam bagaimana menjadi seorang technopreneur sejati.
Pembekalan materi technopreneurship ini memang dirasa perlu menurut Ir Arman Hakim Nasution MEng, staf khusus Rektor ITS. Sebab mata kuliah ini diyakini mampu mendongkrak daya kompetisi sarjana untuk melangkah di percaturan bisnis nasional. Bahkan, hal tersebut telah diwacanakan dalam rencana strategis.
“Untuk pengembangan potensi ini, ITS mendapatkan dana sebesar Rp 200 juta dari Bank Mandiri, Rp 1 Milyar dari Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti), dan lebih dari Rp 150 juta dari RAMP-IPB,†ungkap Arman.
Tak tanggung-tanggung, ITS membuka 36 kelas TPB dan satu kelas khusus. Kelas khusus ini pun dijadikan sebagai uji coba metode Student Center Learning (SCL). Untuk hal satu ini, Arman memiliki harapan agar metode SCL bisa disosialisasikan secara luas di tahun 2011. “Semoga gap kualifikasi dosen juga bisa diminimalisir,†harapnya.
Bukan sekedar kuliah tanpa realisasi. Dari mata kuliah ini bermunculan bisnis-bisnis baru baik di bidang makanan ataupun teknologi. Bisnis makanan pun menjadi sektor yang banyak digeluti. “Bisnis jenis ini mudah dimasuki dan mudah keluar bila gagal,†tutur Arman lagi.
Selain mata kuliah, ITS pun aktif menggelar seminar bertajuk technopreneurship. Mulai dari seminar yang dihelat Mahasiswa Teknik Industri (HMTI) di pertengahan Februari 2010, kuliah tamu sebagai bekal para wisudawan, sampai workshop dengan IKA ITS sebagai salah satu langkah permodalan dalam bisnis.
Acara kecil-kecilan dengan model serupa pun bukan satu-dua lagi. Bisa dikatakan tiada hari tanpa berbisnis dan tiada bulan tanpa acara entrepreneur. “Ada banyak pameran produk mahasiswa ITS,†tambahnya. Diantaranya, pameran inovasi yang kerap digelar di plasa Dr Angka dan pameran Pasar Minggu beberapa waktu lalu.
Tak hanya berjibaku dalam even saja, ITS tak lupa mengadakan kompetisi bisnis melalui Program Mahasiswa Kewirausahaan (PMW) 2010. Ajang ini sudah berjalan sejak tahun lalu. Pada tahun 2010, kompetisi dibuat lebih menarik dan memberikan tantangan lebih seperti adanya tahap wawancara dalam hal pendanaan. Tentunya, tahap ini mampu dijadikan modal mahasiswa ketika bertemu dengan investor.
Sebagai institusi besar, ITS tak bergerak sendiri. Ada IKA ITS yang siap menopang dana usaha bagi mahasiswa. Bahkan mulai tahun 2011, akan diperluas Memorandum of Understanding (MOU) dengan IKA all team. “Sehingga mentoring tidak hanya sekedar dana,†terang Arman tegas.
Dengan tak terhitunganya jumlah gerakan technopreneurship yang digencarkan, ITS sudah memiliki target yang tepat mengenai jumlah technopreneurnya. Yakni, tiga mahasiswa dari lima mahasiswa yang masuk inkubator dinyatakan lulus dengan baik. Ini menjadi salah satu hal yang dicapai ITS pada tahun ini.
Namun, perlu adanya unit-unit inkubasi di setiap jurusan dan fakultas. Sebab, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITS idealnya sebagai koordinator yg memudahkan akses pendanaan, jaringan, dan pameran inovasinya. ITS sendiri sudah merencanakan kerjasama antara inkubator LPPM dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dalam membuat konsep inkubasi yang ideal di tahun 2011.
Sampai saat ini, terlihat memang mahasiswa sebagai subjek utama dalam bidang technopreneurship. Pasalnya, hal tersebut dilakukan untuk memenuhi target jumlah entrepreneur berpendidikan nasional sebanyak dua persen dari kalangan mahasiswa.
Satu hal yang menjadi tantangan bagi pengembangan technopreneurship adalah dari sisi dosen. Padahal, arah rencana strategis ITS pada 2017 adalah research university. Mau tak mau dosen harus memiliki research yang saleable dan dinilai valuable oleh industri sebagai user. Sehingga dosen juga berhak mendapatkan pendanaan. (esy/az)
Kampus ITS, ITS News — Pemerintah berencana mewajibkan pencampuran bahan bakar minyak (BBM) dengan bioetanol sebesar 10 persen atau
Blitar, ITS News – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), melalui tim Sustainable Blue Economy Center (SBEC), kembali menunjukkan komitmennya
Surabaya, ITS News — Melalui berbagai hasil karya inovatifnya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berupaya memberikan wadah kolaborasi guna
Kampus ITS, ITS News — Semangat kolaborasi internasional terus digaungkan oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Kali ini, ITS