ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
15 Juni 2010, 23:06

Una, Mawapres ITS Calon Ahli Bencana

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Menjadi mahasiwi jurusan Planologi ITS, bukan mimpi awal mahasiswi yang akrab disapa Una ini. Dulu ia berharap menjadi salah satu mahasiswi jurusan Hubungan Internasional (HI) Universitas Indonesia. Alasan beralihnya pemilihan jurusan ini pun diungkapnya dengan tandas, tsunami. “Bencana tsunami itu mendorong saya untuk mempelajari banyak hal tentang bencana,” terang Una.

Bagi Una, seseorang yang ahli di bidang kebencanaan ini masih terlampau sedikit. Dan ia ingin menjadi salah seorang yang paham seluk-beluk kebencanaan. “Saya ingin turut andil mengurangi dampak bencana,” terang Una sembari menuturkan bencana tsunami yang sempat memporak-porandakan tanah kelahirannya (26/12) silam.

Jika ditanya tentang prestasi, lebih dahulu Una sedikit berbagi kisah munculnya nama “Asmaul Husna”. “Nama saya itu diberikan oleh nenek. Sebab saya lahir tepat setelah nenek hafal Asmaul Husna,” ungkapnya penuh senyum. Sedikit guyon, ia menuturkan mungkin kesuksesan yang diraihnya selama ini berawal dari kisah sukses sang nenek.

Nyatanya, kiprah sukses Una menjadi motivasi mahasiswa lainnya. Saat ia masih menjadi mahasiswa baru saja, gelar 1st place (selected paper) dalam international Student writing competitition  di Jerman pun berhasil diraihnya. “Ini kompetisi yang paling berkesan. Banyak kendala saat itu. Contohnya, waktu pengiriman  paper lewat internet, saya masih harus ke warnet padahal saya takut keluar malam karena ada orang yang meninggal,” cerita Una.

Prestasi lain yang pernah ditorehnya pun tetap menakjubkan. Mulai dari Peserta Berlin konferensi internasional Technigue and Technology for sustainability, Finalis Bayer Eco Minds, peserta Exchange Seminar on disaster Mitigation and Countermeasures di Universitas Kobe, sampai High Performance Team Winner dalam Product Innovation Competition Leaders for Indonesia oleh McKinsey.

Dalam bidang organisasi, kiprahnya juga tidak perlu diragukan lagi. Terbukti, ia menjadi sekretaris himpunan. Di kancah BEM ITS pun, ia menjadi skretaris departemen Riset dan Teknologi. “Sebenarnya, saya tidak suka jadi sekretaris. Kadang bosan,” tawanya.

Raih Mawapres ITS Dua Tahun BerturutTurut
Satu lagi prestasi yang diraihnya dua tahun berturut-turut adalah mahasiswa berprestasi (Mawapres) ITS.  Jika tahun 2009 ia meraih posisi ketiga, kali ini ia menduduki posisi pertama. Menurut Una, persiapan menjadi Mawapres itu bukan dimulai beberapa saat ketika ajang kompetisi itu akan dihelat, melainkan sejak kita sudah menjadi mahasiswa baru. “Sadar atau tidak, Segala bentuk hal yang kita ikuti itulah bekal menjadi seorang Mawapres,” tutur Una.

Bahkan, ia sendiri pun terkejut pernah menuliskan mimpi sebagai seorang Mawapres ketika masih pengkaderan dulu. “Dulu pernah diminta menulis visi misi. Ternyata saya pernah menulis planning beberapa tahun kedepan itu sebagai Mawapres,” ungkap anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Anwar dan Ruaida.

Menjadi Mawapres bukan pencapaian mudah. Una harus brgelut dengan seleksi ketat yang meloloskan 25 orang untuk diberi materi selama dua hari dalam Mawapres Best Student School (mbess), program baru ITS yang menaungi calon-calon Mawapres. “Pemilihan 25 orang itu dari seleksi berkas-berkas yang dikumpulkan, seperti tentang kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti,” lanjutnya.

Pemilihan Mawapres ITS sekarang lebih berbobot dibanding tahun lalu. Menurut penuturan Una,  kompetisi Mawapres ITS kali ini dikemas seperti kompetisi di tingkat nasional. “Sekarang ada materi teknik presentasi, kemampuan bahasa Inggris, kepribadian dan psikotes, serta wawasan mengenai kompetisi Mawapres nasional,” terang Una. Kompetisi tersebut memang secara khusus menghadirkan Mawapres 2 nasional 2009 dan juri tingkat nasional.

Ada hal menarik bagi Una ketika kompetisi ini berlangsung. Layaknya ajang Puteri Indonesia, Una mendapat sebuah kertas berisi pertanyaan yang harus dijawabnya dalam bahasa Inggris. “Saya ditanya mengenai developing country dengan bantuan yang diterimanya,” jelas Una. Dengan tegas, ia menjawab kita harus mengubah sudut pandang tentang penerimaan bantuan itu. “Jika sekarang kita dibantu, maka lain waktu kita yang harus membantu,” tambahnya.

Pengalaman menjadi Mawapres berturut ini menimbulkan ganjalan tersendiri di hati Una. Pernah ada yang bilang, kok ikut lagi seperti tidak member kesempatan adik-adiknya? "Sedih juga ada yang berpikir seperti itu tapi semangat saja,” ujar Una sembari berharap di tahun berikutnya lahir banyak Mawapres yang kompeten hingga membuat juri harus pusing menentukan siapa  juara mawapres. (esy/yud)

Berita Terkait