ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
16 Mei 2010, 09:05

SITC Bahas Social Networking

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Seminar bertema Social Networking di Mata Kami (Muslim) ini dilaksanakan oleh Studi Islam Teknik Computer–Informatika (SITC) ITS. Mereka mengundang dua orang penulis, yaitu Marendra Darwis yang juga pendiri Klub Remaja Ceria dan Bahtiar HS, mantan ketua FLP (Forum Lingkar Pena) Jawa Timur 2006.

“Kehidupan manusia tidak pernah lepas dengan hubungan antara dirinya dengan Allah, dengan lingkungan, dan juga dengan sesama,” tutur Ustadz Darwis, begitu ia akrab disapa. Interaksi dengan sesama itu lambat laun membentuk sebuah peradaban. “Teknologi, seperti social network, benar-benar mempengaruhi peradaban manusia,” lanjutnya.

Memang, dalam perhitungan sederhana yang dilakukan oleh Bahtiar, satu orang bisa terlibat dalam sebuah jejaring mencapai hingga 8000 orang. Perhitungan ini berdasarkan anggapan bahwa seseorang mempunyai sekitar 20 orang teman, setiap temannya tersebut juga mempunyai 20 orang teman lain, dan teman dari temannya tersebut juga mempunyai 20 orang teman. Tiga tingkatan ini sudah merupakan batas yang diakui oleh para filosof sosial dan bahkan berlaku untuk jejaring-jejaring sosial.

Meskipun begitu, lulusan Teknik Informatika ITS tahun 1997 ini mengatakan bahwa aplikasi social networking belum bisa digunakan sepenuhnya untuk mengangkat atau membangun sebuah peradaban Islam yang lebih kuat dari sekarang ini. Ada beberapa alasan mengenai pendapatnya ini.

Salah satunya memang keterbatasan jangkauan jejaring tersebut yang hanya mencapai tiga derajat pertemanan. Selain itu, mustahil kita bisa mengenal semua orang tersebut. Dunia maya adalah dunia yang serba rancu, semua orang bisa mengaku menjadi siapa saja. Bisa jadi ‘teman’ kita sesungguhnya seorang penyusup yang dapat membahayakan kita.

Alasan lainnya, adalah pengguna jejaring sosial umumnya bertingkat produktif rendah. Pengguna yang kebanyakan adalah kalangan muda, menghabiskan waktu mereka bersosialisasi di dunia maya hanya sebatas untuk having fun, atau mencari kesenangan.

Sehingga ia menyimpulkan bahwa melalui jejaring sosial, kemungkinan pembentukan sebuah peradaban Islam sangat kecil. Mengenai penggunaannya, penulis di eramuslim.com ini berkata bahwa tidak ada yang salah dengan penggunaan teknologi yang dibuat oleh non-Muslim. Tetapi dalam batasan tertentu, bila perlu dibuat sebuah jadwal mengaksesnya. Alangkah baiknya pula bila para Muslim dapat mengambil teknologi tersebut dan mengolahnya kembali untuk menjadi sebuah social networking mereka sendiri.

Ustadz Darwis menyetujui pernyataan Bahtiar. Ia berpendapat kaum muda seharusnya lebih bersosialisasi di lapangan, tidak hanya di dunia maya. Ini telah ia terapkan dalam Klub Remaja Ceria (KRC). Ia berharap bahwa kegiatan yang dilakukan oleh KRC dapat menjadi imej anak muda yang lebih positif, dan bahwa nantinya akan lebih banyak lagi yang tergabung di dalamnya.

Selain itu, masih ada sebuah bentuk lain social network yang sering terlupakan oleh masyarakat Muslim. “Ukhuwah!” tutur bapak enam anak ini. “Ukhuwah merupakan lebih dari jejaring sosial. Di dalam ukhuwah islamiyah, semua orang adalah saudara, semua saling membantu sesamanya,” ia mengakhiri. (lis/bah)

Berita Terkait