Jamur tiram putih merupakan jenis yang disukai masyarakat. Dengan usia rata-rata produksi selama tiga bulan, tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah Malang, Pasuruan, Mojokerto, Madiun dan Tuban. Di Tuban saja, tak kurang dari delapan ton limbah baglog dihasilkan setiap bulannya.
Berawal dari usaha orang tua Siti Mushlihah yang bergerak di bidang budidaya jamur tiram putih di daerah Tuban, mahasiswi jurusan Teknik Lingkungan ini berpikir apakah baglog yang sudah tidak dapat dipakai lagi itu akan dibuang begitu saja. Hingga ia bersama Sulfahri dan Renia Setyo Utami serta Eko Sunarto, bereksperimen untuk membuat briket dari baglog.
Sulfahri menuturkan, proses pembuatan briket pun tak terlalu rumit. Baglog kayu ditumbuk hingga halus, setelah itu dicampur dengan lem kayu atau lem kanji. Setelah itu adonan briket dicetak dan dijemur untuk proses pengeringan. "Bisa juga dengan dioven, tapi hal itu juga tentunya akan menambah beban energi dari listrik yang dipakai," tambah Fahri, mahasiswa Biologi angkatan 2007 ini.
Briket yang dihasilkan dari campuran serbuk gergaji dan lem ini disinyalir mampu menjadi alternatif bahan bakar rumah tangga pengganti minyak tanah dan gas elpiji. Dalam penelitian yang dilakukan, mereka menemukan data bahwa 40 gram briket buatannya mampu mendidihkan air dalam waktu delapan menit, dan hanya berkurang 12 gram.
Para mahasiswa bimbingan seorang dosen Teknik Lingkungan, I D A A Warmadewanthi ST MT PhD ini juga membandingkan briket buatannya dengan produk sejenis yang sudah beredar di pasar. Hasilnya cukup menggembirakan, kadar nilai kalor briket dengan bahan baglog jamur ini lebih besar dari bahan sekam padi yang sudah terlebih dahulu dikomersialkan.
Jika dibandingkan dengan briket batu bara, jelas nilai energi kalor yang dikandung briket baglog jamur tiram putih ini berada di bawahnya. "Tapi tentu harga batu bara juga jauh lebih mahal dari ini," kata Renia.
Tak lupa mereka juga membandingkan kadar emisi gas pembakaran briket baglog dengan campuran lem kanji dan lem kayu. Dan mereka mendapati nilai emisi gas dari lem kanji masih di bawah batas ambang nilai yang diperbolehkan.
Ditanya mengenai harapan ke depan dari produk temuannya ini, Mushlihah menjawab, "Untuk jangka pendek, kami berharap ini bisa lolos hingga PIMNAS. Dan selanjutnya dapat dikomersialkan sebagai bahan bakar alternatif," tutur mahasiwi Teknik Lingkungan angkatan 2007 ini. (ian/yud)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan terhadap riset energi bersih, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menerima kunjungan
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung