ITS News

Minggu, 21 Desember 2025
04 Maret 2010, 14:03

PPAN Ajak Mahasiswa ITS Jadi Dubes Indonesia

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

PPAN merupakan program bergengsi Dinas Pemuda dan Olahraga Jawa Timur yang bekerjasama dengan PCIM. Program ini tidak seperti program-program pertukaran pelajar pada umumnya, walaupun pada dasarnya masih berlandaskan akulturasi kebudayaan. “Dan pastinya, kita merupakan duta besar untuk pemuda yang mewakili Indonesia disana,” kata Oding, salah satu alumni PPAN 2008.

Program yang ditawarkan ada tiga, yaitu Pertukaran Pemuda Indonesia-Kanada, Indonesia-Australia, serta Pelayaran Jepang dan negara-negara Asia Tenggara. Selain itu, tahun ini juga ada satu program baru, yaitu Indonesia-Malaysia. “Masing-masing program punya tujuan dan spesifikasi yang berbeda,” ungkap Oding.

Menurut Mahasiswa Teknik Fisika ini, Program Pertukaran Pemuda Indonesia-Kanada lebih memfokuskan pada bakti masyarakat dan upgrade kemampuan intrapersonal. “Program ini nggak beda jauh dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang kita kenal,” ujarnya. Selain itu, tambahnya, jangan memimpikan akan mendapat fasilitas berlimpah, tumpangan mobil mewah, dan bertempat di istana megah. “Namanya juga KKN, harus adaptif dan penuh perjuangan dong!” ujar Oding.

Tapi tunggu dulu, imbuhnya. Disana kita akan mendapat jutaan pengalaman yang tak terbayangkan sebelumnya. Bertempat dengan house family sebagai keluarga asuh sementara, mendapatkan pasangan teman serumah, community based development, penempatan kerja, dan masih banyak lagi. “Menjadi Duta Besar negara memang tidak mudah, namun sangat menyenangkan dan baik untuk pertumbuhan,” cetusnya.

Untuk Program Indonesia-Australia, lebih menitikberatkan pada magang kerja di sebuah institusi bergengsi sesuai minat dan latar belakang peserta. Hilyatuz zakiyah, salah satu alumni pertukaran ke Australia, sempat becerita panjang lebar mengenai pengalamannya. “Disana, saya memilih magang di perusahaan Ekspor-Impor. Pengalaman pertama bekerja sungguh tak terlupakan. Ternyata 10 menit di Australia itu tidak sama dengan Indonesia,” ungkap mahasiswa UNAIR ini.

Disana, lanjutnya, saya mendapat host family seorang mantan Duta Besar untuk Indonesia juga. Lia, sapaan akrabnya, ingin sekali belajar bahasa Inggris aktif, sedangkan ayah asuh sementaranya malah ingin memperdalam bahasa Indonesia. “Kalau saya ngucapin greeting good morning dad, dia menjawab selamat pagi juga. Jadi tidak nyambung,” ujarnya senang.

Lain Kanada dan Australian, lain pula di Jepang dan ASEAN. Program ini lebih cenderung untuk melatih adaptasi dan komunikasi yang diselipi misi akulturasi budaya. Sebanyak 320 pemuda se-ASEAN ditambah Jepang akan hidup dalam satu kapal selama tiga bulan. “Jadi, bentuk asli masing-masing peserta akan muncul,” ungkap Donny Prasetya, alumni pelayaran.

Menurut donny, para peserta benar-benar dipaksa untuk berinteraksi dengan peserta lain yang beda negara, bangsa, bahasa, dan kebudayaan. “Jadi, awalnya, tidak sedikit yang memakai body language. So, daya adaptifmu bener-bener diuji disini,” cetusnya menantang.

Selain itu, program ini tidak hanya mengambang diatas perairan. Startnya di Jepang, finishnya juga di Jepang. Peserta juga akan diajak keliling negara-negara Asia Tenggara dengan durasi kira-kira tiga hari empat malam tiap negara. Disana, kita akan disambut oleh Menteri-Menteri dan para Duta Besar. “Saat itulah, kebanggaan kita sebagai Duta Besar yang mewakili Indonesia mulai terasa,” tandas Donny

Ratna Savitri, koordinator alumni PPAN juga sempat menjelaskan panjang lebar mengenai konsep dan teknisnya. Terlihat antusiasme mahasiswa ITS sangat besar. “Untuk info lebih lanjut, buka aja official resmi kami di http://www.pcimjatim.org. Kalau bisa, ITS harus memberangkatkan wakilnya tiap tahun,” harap Nana. (niv/fn)

Berita Terkait