ITS News

Minggu, 21 Desember 2025
27 Agustus 2009, 21:08

Dari Angklung Sampai Origami

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Selama satu minggu pertama, kesibukan tim Go-ITS memang lebih fokus pada kuliah tentang mitigasi bencana. Setiap hari, dari pukul 10.00 sampai pukul 15.00, KU dan ITS bergantian memberikan materi tentang mitigasi bencana. Setelah itu, mahasiswa Indonesia dan Jepang pun diberi tugas untuk membuat laporan dari materi tersebut. Memang sedikit menjenuhkan. Untuk mengatasi hal itu, KU pun membuat jadwal khusus untuk memberikan hiburan kepada mahasiswa dari msing-masing universitas.

Rabu sore (26/8), para peserta KSW diajak mengunjungi Kobe Maritime Museum. Museum ini bertempat di bagian depan Fukae Campus Kobe University. “Kebetulan saya yang menjadi direkturnya,” ujar Prof. Kenji Ishida lalu tersenyum. Ternyata, pria ramah yang selama ini banyak mendampingi tim Go-ITS adalah pimpinan dari museum ini.

Seperti kebanyakan museum, tampak luar seperti tidak terurus. Maklum, jarang ada gedung museum yang seramai pusat perbelanjaan. Namun ketika masuk ke dalamnya, semua pengunjung akan dibuat tercengang. Pemandangan pertama adalah sebuah kotak etalase besar yang berisi model-model kapal dari berbagai masa.

Kalau mengarkan mata ke kiri, pengunjung seperti dilempar balik ke masa kapal kayu pada tiga abad lampau. Semua sejarah kapal tradisional Jepang terekam di gedung yang berdiri pada tahun 1958 ini. Sedangkan kalau berbalik arah ke kanan, disana banyak contoh model kapal dari awal sejarah kapal moderen sampai ke kapal model terbaru. Bukan hanya model kapal, museum ini dilengkapi dengan model peralatan navigasi, peralatan pembuatan kapal kuno, rute kapal di Jepang dan literature tua tentang cara pembuatan kapal.

Lagu itu Berjudul Kawaii Ano Ko
Tim Go-ITS membawa misi berlipat. Selain, bertugas untuk bertukar dan menggali informasi sebanyak-banyaknya tentang mitigasi bencana, mereka juga harus memperkenalkan budaya Indonesia pada bangsa Jepang.

Tiga kardus besar yang selama ini mereka bawa-bawa harus dikenalkan pada mahasiswa KU. Tiga kardus itu berisi angklung dalam dua oktaf. Rabu sore mereka berlatih dengan beberapa mahasiswa KU untuk penampilan di kapal latihan Fukae Maru. Pada saat bertandang ke Pulau Awaji (1/9) mereka (mahasiswa KU dan ITS) berkolaborasi memainkan dua lagu Jepang dan Indonesia.

Inilah kali pertama mereka bertemu dan kali pertama mereka bermain musik bersama. Latihan pertama terbilang sukses. Bahkan beberapa mahasiswa anggota tim Go-ITS dibuat takjub dengan kemampuan mahasisa KU bermain angklung. Empat orang Indonesia dan enam orang Jepang menyanyikan lagu yang cukup terkenal di Jepang. Lagu itu berjudul Kawaii Ano Ko.

Mungkin judulnya terlihat aneh, tapi ketika dimainkan, semua orang Indonesia pasti kenal lagu ini. “Noo..naa..manis siapa yang punya…,” ujar Prof Kenji Ishida. Semua anggota Go-ITS pun tertawa,”Oh..lagu iki to,”. Kabarnya, lagu ini memang peninggalan tentara Jepang yang sempat mampir ke Indonesia. Dan cukup tiga kali latihan, tim kolaborasi ITS-KU ini mengaku sudah siap tampil. “Mereka (tim kolaborasi) sudah bagus. Tinggal latihan beberapa lagu lainnya,” ujar Maria Bernadet, Mahasiswa Arsitektur ITS yang bertugas menjadi conductor.

Kamis sore (27/8), giliran Jepang yang memperkenalkan budayanya. Tim Go-ITS diajak berkenalan dengan budaya kaligrafi huruf kanji Jepang dan seni lipat atau yang biasa disebut Origami. “Huruf ini sudah ada sejak 4000 tahun yang lalu,” ujar Prof Sakamoto sambil menunjukkan bentuk-bentuk dasar huruf kanji ketika diciptakan empat abad lampau. Baginya, kaligrafi itu adalah sebuah hobi. Bahkan saking cintanya terhadap kaligrafi, Dosen Teknik Elektro KU mengaku hobi itu jauh lebih diprioritaskan ketimbang tugas utamanya yaitu mengajar. “Yang pertama adalah kaligrafi dan yang kedua adalah mengajar,” candanya.

Ia memperkenalkan bagaimana sejarah huruf kanji. Satu huruf kanji bisa bermakna satu kata atau bahkan satu arti khusus. “Misalnya mata. Ketika huruf kanji bermakna mata digabung dengan huruf kanji bermakna manusia maka berarti ‘melihat’,” lanjutnya. Begitu juga dengan lambing sungai. Huruf kanji sungai terdiri dari tiga garis melengkung yang terletak sejajar. Namun seiring berjalannya waktu, kanji itu berubah menjadi tiga garis lurus sejajar. Lalu berubah lagi menjadi tiga garis lurus yang putus lalu disambung ke arah kanan dan kiri bawah mengibaratkan anak sungai.

Semua nama orang Jepang pun memiliki kanji dan makna khusus. Sakamoto sendiri memiliki nama lengkap Sakamoto Kenya. Kenya bermakna tanah. Dan 4000 tahun lalu, tanah disimbolkan dengan bentuk ular. “Saya lahir di tahun ular,” tambahnya.

Tim Go-ITS juga diajarkan teknik kaligrafi. Mulai dari cara memegang kuas sampai pada menggambar sesuai urutan garis untuk membentuk huruf kanji. “Sulit juga, tapi lama-lama bisa kok,” ujar Fatchur Rizal, salah satu anggota Go-ITS. Terkhir, sebagai kenang-kenangan, para mahasiswa ITS menggambar kanji satu per satu di sebuah kertas yang terdapat kaligrafi kanji negara Jepang dan Indonesia di tengahnya. “Hal ini sebagai lambang persahabatan,” tutur Sakamoto.

Miura Ori, Origami Luar Angkasa
Pelajaran kedua tentang seni lipat kertas. Salah satunya, Miura Ori, nama yang cantik untuk sebuah kertas yang dilipat-lipat. Tapi teknik yang diperkenalkan di tahun 1970 oleh Profesor Koryo Miura ini ternyata berjasa di dunia ulang alik Jepang. Karena dialah Solar Cell mampu dibawa keluar angkasa. Bisa dibayangkan bagaimana panel surya yang sangat lebar itu dibawa oleh pesawat ulang alik. “Teknik melipat inilah yang memudahkan untuk membawa panel surya itu,” tambahnya.

Teknik melipat inilah yang juga memelopori teknik melipat di luar pattern yang ada. Sakamoto pun mempraktekan cara melipatnya dengan memberikan kertas seukuran A4 kepada tim Go-ITS. Mereka mengaku kesulitan karena lipatannya berbelok-belok membagi kertas menjadi empat kolom dan tiga baris. “Garis-garisnya tidak lurus, jadi melipatnya susah,” ujar Ade Wira, mahasiswi Teknik Kelautan ITS. Setelah dilipat, maka kertas itu dibuka dengan menarik ujung-ujungnya.

Sakamoto menunjukkan burung kertas yang sangat terkenal di Jepang. Bahkan ada burung kertas mini dengan tingkat kerumitan pembuatan yang tinggi. Mereka diberikan panduan pembuatan. Kebanyakan memang seputar binatang-binatang seperti burung, ikan, katak, kuda dll. Selain itu juga ada bentuk pakaian dan terakhir adalah topi. “Topi ini digunakan untuk bermain anak-anak kecil. Biasanya disertai pedang-pedangan,” tambah Sakamoto.

Keunikan tidak berhenti disini. Kertas origami dengan beragam corak itu ternyata memiliki arti. “Yang paling disukai orang Jepang adalah corak bunga Sakura,”. Corak itu terdiri dari berbagai warna terang, seperti merah muda, hijau terang dan biru muda.

Ada corak lain yang memiliki makna magis. Contohnya, Sebuah corak berwarna merah terang dan bergambar kado yang diikat rapih. Orang Jepang percaya bahwa corak itu melambangkan sebuah kado dari Dewa Laut. “Dan Kado itu boleh dibuka ketika kita berumur empat puluh tahun. Saya tidak tahu kenapa harus empat puluh tahun,” tutupnya. (bah)

Berita Terkait