Bermula dari kekhawatiran semasa SMP tentang susahnya menerjemahkan Al Qur’an, Salim Awad bin Gadi tergugah untuk mencari sebuah solusi praktis yang dapat mempermudahnya. “Di tambah dengan kondisi lingkungan saat ini, kita dijauhkan dengan nilai-nilai Al Qur’an termasuk bahasa Arab,†ulas Salim, sapaan akrabnya.
Alumni Teknik Fisika ini terinspirasi dari sebuah kursus menerjemahkan kilat yang dilaksanakan oleh Hidayatullah dengan metode Al Wahyu. “Dari sini saya bisa mengatakan bahwa bahasa Arab itu sebenarnya mudah, namun kenapa dibuat susah,†tuturnya.
Dari sini, Salim mulai merintis untuk mendapatkan sebuah metode praktif bagi orang Islam untuk bisa lebih dekat dengan kitab sucinya. Hingga lahirlah metode FATUM yang sampai sekarang telah ditularkan melalui pertemuan personal maupun pertemuan semi training. “Siapapun yang mau belajar saya persilahkan, saya ikhlas berbagi ilmu,â€ungkap alumni Teknik Fisika angkatan tahun 2000 ini.
Nama FATUM sendiri, Salim sadur dari nama dua orang nenek yang telah mengisi sebagian besar hidupnya semasa kecil. Adalah Fatimah dan Ummi Kalsum, neneknya dan kakak neneknya. “Begitu besar jasa mereka, saya ingin membahagiakan mereka berdua. Saya ingin mereka ingin mereka menjadi luar biasa,†katanya sembari memperliahatkan foto kedua nenek tersebut dari layar ponselnya.
Saat ini, guna menyebarkan ilmu yang telah didapatkannya, Salim rela untuk mengajari orang walaupun tanpa dibayar alias gratis. Selain menjadi pengisi di masjid Cheng Ho, dia juga masih aktif membimbing beberapa murid tetap sembari mengadakan kegiatan semi training. “Saya ingin meninggalkan ilmu yang bermanfaat bagi orang lain,†ulasnya sambil mengutip hadist Rasulullah tentang tiga amal yang tidak akan putus walapun pelakunya telah wafat yakni amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh.
Metode FATUM sendiri sebenarnya cukup sederhana. Dalam penyampaiannya, Salim lebih menekankan pada contoh dalam bentuk kalimat di Al Qur’an. “Sedikit teoritis lebih banyak praktek melihat kalimat langsung,†tuturnya.
Karena dibuat mudah dan sederhana, banyak orang awam yang sebelumnya tidak pernah belajar Al Qur’an bisa dengan cepat memahaminya. “Bahkan pernah ada salah seorang peserta yang di awal masih nol puthul (tidak mengerti sama sekali; red.), namun di akhir pertemuan dia bisa bilang ‘oh cumin gitu saja’,†ulasnya sambil tersenyum.
Pria yang kini menggeluti usaha restoran ini begitu semangat menularkan ilmunya kepada orang lain. Salah satu orang yang secara tidak langsung memotivasinya kala masih kuliah adalah Ir. Yerri Susetyo, dosen mata kuliah kalkulusnya dulu. “Walaupun beliau mengajarkan kalkulus namun sering dalam mengajar beliau menyisipkan nilai-nilai agama di kelas,†tutur pria yang tergabung dalam Akademi Pemuda Muslim Indonesia (APMI) ini.
Pun demikian ketika dia sudah menginjak di dunia masyarakat langsung. Ada salah seorang Tionghoa yang baru saja masuk Islam (mualaf, red.) namun dengan tegas dia mengatakan bahwa Al Qur’an itu sangat indah dan bertekad untuk menghafalkan semuanya. “Walaupun mereka masih baru mengenal Islam, namun semangatnya untuk mempelajari Islam sudah mengalahkan umat Islam yang telah lama memeluk Islam,†aku pria asli Suarabaya ini.
Terakhir, Salim dalam usahanya menyebarkan ilmunya berharap sebanyak mungkin umat Islam bisa mengenal Al Qur’an. “Supaya seluruh umat Islam bisa bersatu dalam satu ukhuwah, berjamaah,†harapnya. (hoe/jie)
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
Nganjuk, ITS News — Tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil membangun dan mengimplementasikan Kumbung
Kampus ITS, ITS News – Transparansi informasi merupakan hal yang krusial dalam keberlanjutan sebuah institusi. Berangkat dari inisiasi tersebut,