ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
18 Agustus 2009, 12:08

Hariadi, Gairahkan Industri Animasi Indonesia

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Karya yang diciptkan oleh Dosen Teknik Elektro ITS ini berawal dari keprihatinannya terhadap tidak adanya karya-karya animasi lokal yang berkualitas dan mampu bersaing di pasar dalam negeri. "Hal ini dikarenakan biaya produksi, terutama alat untuk membuat animasi yang berkualitas harganya sangat mahal," terang Hariadi.

Ia mencontohkan alat Motion Capture yang dibuat di luar negeri harganya mencapai 1,5 miliar rupiah. "Itupun yang kualitasnya paling jelek," tambahnya. Kondisi ini membuatnya semakin termotivasi untuk meneliti dan membuat peralatan animasi ini.

Teknologi animasi yang coba ia buat adalah teknik animasi Machinema, yaitu sebuah teknik animasi digital baru yang menggunakan potongan adegan dari motion capture dan dapat atur sesuka hati. Teknik Machinema akan menghasilkan aniamasi dengan dengan gerakan yang alami dan dapat terlihat dari berbagai sisi. Teknik animasi ini telah digunakan oleh berbagai industri kreatif dunia dan bisa kita temui pada berbagai film animasi seperti Kungfu Panda serta pada game Assasin.

Piranti yang dihabiskan oleh Hariadi untuk membuat studio animasi ini hanya sekitar Rp 200 juta. Ini ia gunakan untuk pengadaan peranti keras yaitu 12 komputer, 8 kamera, dan peralatan sensor gerak model animasi. Sedangkan piranti lunaknya ia unduh dari software open source yang tak perlu membeli lisensi. Studio kecil-kecilan yang ia tempatkan di gedung Teknik Elektro ITS ini telah menghasilkan film animsi yang berjudul Catatan Si Dian. "Film Ini Akan disiarkan salah satu stasiun televisi lokal pada september mendatang," jelas alumnus teknik elektro ITS ini.

Cara kerja motion capture yang ia buat sebenarnya sama dengan motion capture yang telah dibuat di luar negeri. Hariadi mengguanakan piranti lunak Blender berbasis software open source untuk mengolah citra yang diperoleh dari model. Citra itu diperoleh hanya berupa titik-titik dari gerak model yang ditangkap oleh kamera. Model yang melakukan gerakan dilengkpi 20 lampu led yang ditaruh di dalam bola pimpong dan masing-masing dilekatkan pada setiap titik sendi gerak. setiap gerakan dari model yang ditangkap oleh kamera akan dioalah menjadi data ringging, yaitu suatu rangkaian titik simpul yang dicitrakan dari lampu led di dalam bola pingpong tadi untuk menjadi bahan dasar pembentukan animasi dengan karakter tiga dimensi.

Selanjutnya gambar animasi tokoh dalam wujud rigging tadi digambar dan diberi bentuk. "Peran seorang art desainer akan sangat diperlukan pada tahap ini," ujar Hariadi. Gambar inilah yang selanjutnya akan diolah menjadi sebuah adegan dari animasi yang siap ditampilkan.

Untuk proses penggabungan adegan-adegan Animasi, digunakan Render farm. Lewat penggunaan alat ini, proses penggabungan adegan-adegan tersebut akan memakan waktu jauh lebih cepat dan dengan kualitas yang lebih baik.

"Pengerjaan yang biasanya memakan waktu sehari akan selesai hanya dalam waktu 12 detik," seru Dosen yang pernah menempuh pendidikan di Jepang ini. Bahkan salah satu rumah produksi sampai dibuat heran dengan begitu cepat prosesnya. Adanya Render Farm akan sangat menghemat waktu dan biaya produksi.

Sementara itu tentang teknologi Avatar Sosial, menurut Hariadi adalah sebagai upaya menampilkan tokoh-tokoh figuran hingga dalam jumlah massal, tetapi dengan model yang minimal. Lewat Avatar Social, kita bisa menciptkan banyak karakter animasi yang memiliki yang dapat berfikir sendiri. Penerapan teknologi ini telah banyak digunakan pada beberapa game online sperti Warcarft-Dota.

Lewat ciptaanya ini, Hariadi mendapatkan dana penelitian sebesar satu miliar rupiah dari Dikti untuk terus mengembangkan dan menemukan inovasi baru di bidang animasi. Selain itu karyanya ini sempat dipamerkan di depan Menristek Indonesia dalam peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional XIV pada 7-10 Agustus 2009 lalu. Lewat karyanya ini, Hariadi berharap akan dapat semakin membangkitkan platform industri kreatif di Indonsia. (nay/mtb)

Berita Terkait