ITS News

Minggu, 19 Mei 2024
12 November 2008, 19:11

Widi Agoes Pratikto : Sang Akademisi dan Birokrat Bahari Indonesia

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Sebagai seorang akademisi di bidang Teknik Kelautan, Widi begitu biasa ia disapa memang terlahir dari rahim ITS. Ia tercatat sebagai alumni jurusan Teknik Perkapalan pada tahun 1979. Setelah lulus, mahasiswa yang juga pernah menorehkan prestasi sebagai mahasiwa teladan ITS tahun 1977 ini pun menjatuhkan pilihan masa depannya untuk berkarir menjadi dosen tetap di Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) ITS.

Pilihannya menjadi dosen menuntut Widi untuk lebih menambah pengetahuannya. Alhasil, gelar master dan doktor pun berhasil ia raih pada tahun 1983 dan 1992 di Amerika Serikat. Tak hanya itu, peraih dua kali predikat dosen teladan di FTK bahkan mampu melengkapinya dengan gelar Guru Besar di bidang Coastal Engginering pada tahun 1999.

Tahun 2002, perjalanannya sebagai birokrat pemerintahan pun dimulai. “Saat itu Pak Rohmin Dahuri (mantan Menteri Kelautan, Red) yang langsung meminta saya bergabung di Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sebagai Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (P3K), ” kenang dosen kelahiran Surakarta 16 Agustus 1953 ini.

Hari pertamanya di pemerintahan membuat suami dari Rum Chayatin ini merasa tertantang. Hal ini karena kondisi dari pesisir dan ribuan pulau kecil di Indonesia yang masih memprihatinkan. ”Infrastruktur serta tranportasi disana masih terbatas, apalagi bila dibandingkan dengan wilayah daratan. Dari segi perekonomian masyarakat pesisir juga masih tertinggal, ” jelas Widi yang juga penulis buku Menjual Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ini.

Namun, Widi tahu bahwa hanya kerja keraslah yang bisa memperbaiki keadaan tersebut dan itu terbukti. “Perekonomian pesisir dan pulau-pulau kecil kini mulai bergeliat. Ini merupakan hasil dari beberapa program yang dikemas, seperti program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir yang memberi penguatan modal usaha," ujarnya.

Kini, Widi tak lagi menjabat sebagai Direktur Jenderal. Amanahnya kini lebih besar lagi, yakni Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPK. Ia resmi memangku jabatan tersebut pada 5 September 2006. Posisi ini menjadikan Widi sebagai decision support system yang memiliki lingkup kewenangan yang lebih luas di departemennya.

Ditengah kesibukannya sebagai Sekjen di Jakarta, penghobi jogging dan membaca ini tak melupakan keluarga dan anak didiknya di ITS. Bapak dari M Rizal Fadillah, Eryn Nareswati Aisyah, dan M. Farras Fauzi ini selalu menyempatkan diri untuk pulang bertemu keluarga di Surabaya. Baginya, kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga adalah pilar dasar pembangun majunya negara.

”Alhamdulilah keluarga selalu mendukung aktifitas saya sebagai akademisi di ITS dan Sekjen di DKP. Untuk itu, saya mencoba untuk mengatur jadwal selama dua kali dalam sebulan untuk berkumpul dengan keluarga pada waktu libur atau Sabtu dan Minggu," tutur Widi.

Untuk amanah sebagai pengajar di ITS, Widi mengaku tak melalaikannya. Ia tetap mengalokasikan waktunya untuk mengajar di ITS.  "Insya Allah amanat sebagai Sekjen DKP maupun tenaga pengajar di ITS dapat saya jalani dengan segala kesungguhan dan ketulusan, ” ujar Widi yang juga pernah menjabat sebagai sekretaris Program Studi Teknik Kelautan ini

Widi: Riset di Bidang Kelautan Perlu Ditingkatkan
Laut indonesia menurut Widi memang harta karun tak ternilai bangsa ini. “Sekitar tiga per empat luas negeri ini adalah lautan. Jadi, sudah sepantasnya laut dijadikan arah paradigma pembangunan nasional, “ ujarnya antusias. Ia yakin, bila laut bisa dikelola secara serius maka Indonesia bisa beranjak dari segala permasalahanya.

Ekspektasi itu tak berlebihan. Sekitar dua ribu spesies ikan ada di Indonesia. Ditambah, sumber migas di laut serta pesisir Indonesia yang kaya akan mangrove dan padang lamun juga menjadi satu kelebihan negara ini. Untuk itu, Widi mengajak pada segenap akademisi untuk meningkatkan riset di bidang kelautan.

Riset perencanaan perahu nelayan misalnya. “Perahu yang dibutuhkan nelayan saat ini adalah perahu yang lebih besar namun sesuai dengan kultur dan sosiologis masyarakat pesisir.  Dengan begitu, perahu dapat diproduksi dan dimaksimalkan secara efektif oleh nelayan, ” ungkap wakil Indonesia dalam  Asia-Pasific Fishery Commission (APFC) ini.

Selain itu, lanjut Widi, beberapa riset penting bisa dimaksimalkan untuk memajukan bahari Indonesia. Diantaranya, riset bidang keselamatan transportasi laut, mitigasi bencana serta pengelolaan lingkungan laut dan infrastruktur dasar laut seperti pipa dan kabel bawah laut.

Melalui riset kelautan, Widi berharap ITS mampu merealisasikan sebuah mimpi besar yakni mensejahterakan masyarakat lewat ilmu dan teknologi kelautan. “Untuk itu, perlu sinergi antar jurusan dan fakultas di ITS. Bila ini terealisasi, bukan tidak mungkin pusat riset ITS mampu menjawab tantangan masa depan dalam pembangunan laut Indonesia,” tukasnya.

Dalam wawancara ini Widi juga berpesan banyak kepada mahasiswa ITS untuk terus mengasah diri terutama dalam berkomunikasi serta mencintai alam.

“Cobalah sekali-kali menyusuri pesisir serta diving dan travelling ke pulau-pulau kecil untuk membantu masyrakat. Pengalaman ini akan merefleksikan bahwa negeri kita benar-benar elok dan kaya. Namun, untuk membangun itu semua perlu keberpihakan dan dedikasi, inilah yang harus dimiliki semua anak muda ITS, ” jelas Widi mencoba meyakinkan bahwa Indonesia sebenarnya kaya namun perlu dedikasi semua pihak.

“Dirgahayu ITS, jayalah ITS, dan selamat berkarya dan berdedikasi bagi negri kita yang tercinta,” pungkas Widi.(yud/f@y)

Berita Terkait