Dalam seminar ini, sebenarnya panitia mengundang dua orang pembicara untuk hadir. Mereka adalah Yuyung Abdi dan Guslan Gumilang. Namun karena Yuyung Abdi berhalangan datang, akhirnya Guslan Gumilang menjadi pembicara tunggal pada seminar kali ini. Walaupun demikian, peserta tetap antusias mengikuti acara ini.
Guslan Gumilang adalah seorang fotografer dari harian umum Jawa Pos, oleh karena itu hasil karya fotonyua kebanyakan foto dengan sentuhan nilai jurnalistik yang tinggi. "Foto yang terbaik adalah ketika kita mengerti, melihat, dan merasakan. Bukan sekedar indah karena faktor teknis," ungkapnya.
Dalam seminar kali ini Guslan banyak menampilkan hasil karyanya kepada peserta yang hadir. Banyak peserta yang terkesima ketika Guslan menampilkan foto-foto pasca bencana tsunami di Aceh. "Waktu itu, banyak yang datang, gak kuat, muntah-muntah lalu pusing dan kemudian banyak yang pulang," imbuhnya. Karena itu Guslan menyarankan agar ketika ingin mengambil gambar di daerah pasca bencana, maka tidak hanya fisik saja yang harus dipersiapkan. Namun mental juga merupakan faktor penting.
Ketika salah seorang peserta menanyakan definisi foto yang bagus menurutnya, Guslan balik bertanya kepada peserta. "Kita lihat siapa yang akan melihatnya? Latar belakangnya apa?" tanyanya kepada peserta.
"Terkadang, alasan kita mengambil gambar hanya karena indah," ungkap pria berbadan besar ini. Kebanyakan seseorang sering lupa terhadap pesan yang akan disampaikan dalam foto itu. "Foto yang bernilai jurnalistik harus memuat unsur 5W dan 1H," tambahnya. Sekarang ini foto yang bernilai jurnalistik kurang diminati. "Anak-anak sekarang kurang lebih suka foto indah dan cantik," pungkasnya lagi.
Selain itu, seorang fotografer harus memiliki kepekaan terhadap lingkungan disekitarnya, harus tahu apa yang akan terjadi berikutnya. "Ketika di lapangan kita harus mikir cepat, kalau tidak, bisa kehilangan momen," pungkasnya seraya menampilkan foto drag race. Keberanian juga merupakan faktor penting untuk mendapatkan foto yang baik. Apabila seseorang ingin mengambil gambar bentrokan antar dua kubu, posisi fotografer harus berada di garis depan untuk mengambil gambar. "Tapi kita netral aja. Kalau gak, bisa habis kita," imbuhnya lalu diikuti tawa peserta yang hadir.
Sebagai penutup, panitia mengumumkan pemenang lomba foto yang diadakan sebelumnya. Tampil sebagai juara pertama adalah Rizqi Setia dengan tema menyelamatkan keluarga. Dalam fotonya, Rizqi mengambil foto korban bencan banjir yang sedang mengevakuasi harta dan keluarganya dengan menggunakan becak.
Foto yang banyak menarik perhatian, adalah foto karya Elly dengan judul Disaster is Begin. Foto itu menunjukkan keadaan Desa Siring ketika Lumpur Lapindo mulai menggenangi desa tersebut. Sudah banyak perubahan yang terjadi semenjak foto itu diambil pada tahun 2005. "Dengan foto itu, anak cucu kita bisa tahu bahwa dulu pernah ada Siring," ungkap Guslan mengomentari foto yang menjadi juara 2 itu.(mas/han)
Kampus ITS, ITS News — Merayakan satu dekade perjalanan, Business Management Student Association Institut Teknologi Sepuluh Nopember (BMSA ITS)
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali pertahankan komitmennya dengan meraih kembali Indonesia’s SDGs Action Awards
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali melantik 129 insinyur baru melalui Program Studi Program
Kampus ITS, ITS News — Kekeringan yang berkepanjangan berdampak pada kehidupan masyarakat. Menanggapi kondisi tersebut, tim Kuliah Kerja Nyata