Dihadiri Perwakilan BEM se-Indonesia yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Siaga Bencana.BEM ITS mengelar Emergency Response Management Training (ERMT) yang bertujuan sebagai langkah awal mengkoordinasi pergerakan taktis mahasiswa menjadi relawan di lokasi bencana. Pergerakan mahasiswa siaga bencana sendiri sudah melakukan penangulangan bencana, seperti bencana Tsunami Aceh-Nias, dan gempa Yogyakarta.
Kegiatan yang dibuka oleh Pembantu Rektor III ITS Prof Dr Suasmoro ini direncanakan akan berlangsung empat hari di Gedung Rektorat ITS. Sebagai awal kegiatan, perwakilan mahasiswa dari enam belas perguruan tinggi akan dijamu di Gedung Rektorat dan diberi beberapa materi pembuka. â€Dari enam belas perguruan tinggi yang di undang baru hadir tiga belas perwakilan, tiga perguruan tinggi lagi menyusul di hari kedua,†ujar ketua panitia EMRT Mohammad Bachrudin.
Perguruan tinggi yang diundang memang telah tergabung dalam Mahagana seperti ITS, UGM, Unair, ITB, dan UI, berkomimten untuk bergerak taktis dalam penangulangan bencana di seluruh pelosok indonesia, jelas Mohammad Bachrudin mahasiswa Teknik Fisika.Selaku tuan rumah BEM ITS sendiri menghadirikan pakar bencana yang tergabung dalam Pusat Studi Kebumian dan Bencana (PSKB) ITS, Ir Wahyudi Citrosiswoyo dan Ir Amin Widodo MT.
Hari pertama Materi kegiatan EMRT sendiri tidak jauh-jauh dari seputar bencana, seperi jenis-jenis, penyebab, dan langkah-langkah antisipasi bencana. Direncanakan kegiatan tiga hari selanjutnya akan berlangsung di Pusat Pelatihan Pertahanan Udara Nasional di Kenjeran, pegelaran simulasi bencana juga akan digelar seperti simulasi banjir dan gempa.
Materi pertama dari EMRT sendiri adalah motivasi sosial bencana yang memang penting, sebelum melangkah lebih lanjut dalam EMRT. Pada materi ini hadir relawan yang tergabung dalam Taruna Siaga Bencana (Tagana), Ibrahim Sunyoto yang meceritakan pengalamannya ketika menjadi relawan. Sunyoto menjelaskan bahwa Indonesia sendiri dalam penangulangan bencana belum sistematis, terpadu, holistik, dan belum linear.
"Dalam penangulangan bencana sendiri, relawan sering mendapat kendala seperti kesenjangan struktural anatara pusat dan daerah," tambah Sunyoto. Pergesaran paradigma dari fatalistik responsif ke preventif proaktif menjadi kendala utama relawan di lapangan, sehingga membutuhkan penangulangan bencana berbasis masyarakat. â€Dalam penanggulangan bencana diharapkan korban bencana lebih berdaya dan tidak larut dalam ketidakberdayaan,†ungkap Sunyoto
Menjadi relawan tentunya sangat susah, apalagi mahasiswa yang memang terbentur peraturan akademis yang tidak bisa ditinggalkan. Seperti yang ditanyakan Oka perwakilan dari BEM ITB. â€Bagaimana kita bisa membagi waktu terjun kelapangan sedangkan kita sendiri kuliah?,†tanya Oka yang juga pernah menjadi relawan. Sunyoto menjelaskan untuk terjun di dunia kemanusiaan, keikhlasan menjadi hal yang penting.
"Menjadi turis bencana dan hanya mengambil foto-foto pun tidak apa-apa, kalau nanti pulang ke kampus kalian membawa foto bencana, itu akan menjadi berita yang bagus karena tersebarnya kabar bencana," tambah Sunyoto. Menangapi pertanyaan mahasiswa lain perihal apa yang harus dilakukan ketika bencana terjadi, Sunyoto memberikan tips. "Selamatkan diri anda terlebih dahulu baru orang di sekitar anda, tidak usah memikirkan harta benda,†ujarnya. (Fn/rif)
Kampus ITS, ITS News — Merayakan satu dekade perjalanan, Business Management Student Association Institut Teknologi Sepuluh Nopember (BMSA ITS)
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali pertahankan komitmennya dengan meraih kembali Indonesia’s SDGs Action Awards
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali melantik 129 insinyur baru melalui Program Studi Program
Kampus ITS, ITS News — Kekeringan yang berkepanjangan berdampak pada kehidupan masyarakat. Menanggapi kondisi tersebut, tim Kuliah Kerja Nyata