ITS News

Sabtu, 11 Mei 2024
27 November 2007, 13:11

Keputih Bisa Jadi kuburan Untuk Dolly

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Hanya mereka yang mendapatkan keuntungan, yang tidak ingin Dolly ditutup. Hanya mereka yang ”senang”, yang menyuarakan untuk mempertahankan Dolly. Tapi juga tidak banyak yang sungguh-sungguh ingin mengahapuskan Dolly dari bumi pahlawan ini. Mungkin hanya jika anak, saudara, atau sahabat dekat kita candu untuk berDolly ria, maka umpatan akan melayang ke Dolly. Atau saat Dolly sudah menggangu aktivitas dan menurunkan produktivitas kita, baru akan ada tuntutan kepada pemerintah.

Kekukuhan pemerintah untuk mempertahankan Dolly begitu kuat. Wajar saja, sudah bermiliar-miliar pemasukan tiap bulannya. Tidak mungkin rasanya mengahapuskan ladang basah seperti Dolly. Di sisi lain, justru hal inilah yang membuat kemandekan kreativitas pemkot untuk mencari sumber-sumber dana baru. Logikanya, kalau sudah ada yang besar buat apa buang tenaga dan pikiran untuk yang lain. Nikmati saja hasil dari Dolly.

Tidak hanya itu, pelaku lapangan juga harus menjadi sorotan utama. Umpamanya, kalau narkoba biang masalahnya adalah sumber dan pengedarnya, maka titik awal Dolly adalah para PSK, germo, dan hidung belangnya. Sawahan mungkin tak sanggup lagi untuk ”membujuk” para PSK ini. Justru ditakutkan sebaliknya yang akan terjadi. Lalu terbesitlah sebuah harapan saat Dolly akan direlokasi.

***
Menurut Abd Sidiq Notonegoro dalam opininya di Jawa Pos (21/11), dikhawatirkan akan mengundang para PSK dari daerah jika Dolly direlokasi ke Romokalisari. Keputihlah opsi selanjutnya. Terlepas dari penolakan yang pasti dilontarkan masyarakat Keputih maupun civitas ITS. Sebenarnya Keputih dapat menjadi lokasi yang memberi harapan. Utamanya untuk memberangus Dolly dengan perlahan.

Terdapat dua pilihan akibat dari lahirnya Dolly baru di Keputih. Pertama, rusaknya tatanan kehidupan di Keputih akibat lebih kuatnya hegemoni Dolly-ers. Kedua, ”sembuhnya” lokalisasi Dolly akibat vaksinasi dari masyarakat yang berakhir pada terkuburnya Dolly. Tidak hanya warga sekitar, pihak yang semestinya paling berperan adalah mahasiswa. Mahasiswa ITS.

Banyak orang sependapat yang mereka para Dolly-ers lakukan adalah maksiat. Dalam hal ini tentunya ada kaitannya dengan agama. Bukankah seharusnya mahasiswa itu berakhlak. Tidak sanggupkah semisal semua tim pembina kerohanian ITS bersama masyarakat Keputih yang religius menyambangi mereka. Mengajarkan nilai-nilai luhur kepada para PSK, mucikari ataupun si hidung belang.

Yang perlu diingat, jangan sampai nilai-nilai agama yang diberikan menjadi lebih membebani bagi mereka. Karena sebenarnya agama bukan kebutuhan mendesak bagi mereka. Sia-sia rasanya, menyodorkan nilai luhur siang hari dan malamnya asap rokok berterbangan, bau minuman keras yang meradang, serta alunan musik yang seirama dengan derit ranjang.

Lebih dari itu, mereka butuh sarana, mereka butuh fasilitas untuk keluar dari Dolly. Entah itu pekerjaan, tempat tinggal atau kehidupan yang layak secara luas. Disinilah peran ormawa dapat dimaksimalkan. Begitu banyak elemen di ITS. Apalagi dalam lingkungan intelek dan berbasis teknologi. Rasanya tidak sulit hanya untuk menciptakan fasilitas bagi Dolly-ers.

Dengan doktrinasi sebuah nilai-nilai keagamaan dan kemanusian yang didukung tindakan konkret berupa fasilitas yang menunjang kehidupan yang lebih beradab, ada sebuah harapan akan terkuburnya Dolly.

***
Namun belakangan ada sedikit pesimisme melihat aktivis dakwah kita yang hanya ngurusin mente-mentenya, bersemedi di sudut-sudut mihrab, atau mungkin ngrumpi masa depan mereka tentang sang ikhwan atau akhwat yang mana. Tak beda jauh dengan ormawa lain. Yang bangga dengan profit-profitnya, narsis dengan program-programnya, juga mereka yang selalu beradu kepentingan dengan mengusung rasa curiga.

Ah sudahlah, lupakan saja. Dolly! Sepertinya kamu akan tetap dipandang sebelah mata, dijauhi, dan dinistakan.

Emal Zain MTB
Mahasiswa Teknik Sipil ITS.
sumber Foto : Kompas.com

Berita Terkait